Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief menjelaskan alasan Pemerintah mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2023 sebanyak 70 persen dari dana jemaah dan 30 persen nilai manfaat.
Hilman mengungkapkan bahkan pada tahun 2010 lalu, sebanyak 82 persen BPIH berasal dari dana jemaah haji.
"Mengapa kemarin dimunculkan 70-30 persen. Dalam telaah kami, kita itu dulu 2010 (dana) 80%-nya dari jemaah, 18%-nya nilai manfaat. Jadi jemaah bayar 82%. Yang dulu-dulu sebelumnya 100 persen," ujar Hilman dalam Diskusi Publik Hitung-Hitungan Biaya Haji di DPP PKB, Jakarta, Jumat (10/2/2023).
Baca juga: IPHI: Tidak ada Urgensi Kenaikan Biaya Haji 2023
Namun Hilman mengungkapkan pada saat penyelenggaraan haji di masa pandemi Covid-19, yakni di tahun 2022, Pemerintah menerapkan nilai manfaat yang lebih besar dibanding dana jemaah.
Menurut Hilman, proporsi BPIH pada tahun lalu tidak bisa dijadikan rujukan.
"Ada Covid-19 kemarin tahun 2022. Untuk pertama kalinya kita lebih banyak nilai manfaatnya daripada uang jemaah. Itu tahun lalu, dan bagi kami melakukan diskusi tahun lalu pengecualian, enggak usah dijadikan rujukan," kata Hilman.
Dirinya mengajak agar pendanaan BPIH kembali merujuk pada tahun 2019.
Penetapan pendanaan BPIH lebih banyak dari dana jemaah, kata Hilman, demi menjamin keberlanjutan pendanaan haji di tahun-tahun mendatang.
"Kira-kira desain bagaimana agar Bapak Ibu yang juga akan berangkat 2028, 2025 itu juga bisa membiayai Haji yang tidak terlalu berat, termasuk yang 2030. Yang besok ini agak berat. Ke depannya agak sedikit berat, terus, terus tapi kemudian semuanya bisa berangkat," pungkas Hilman.