Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua fraksi yakni PKS dan Partai Demokrat menolak Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Dalam paparannya, Anggota fraksi PKS Amin Ak menyebut bahwa penerbitan Perpu tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Pengujian Formil UU tentang Cipta Kerja karena tidak mengakomodasi poin-poin perbaikan yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Fraksi PKS menilai bahwa Perpu tentang Cipta Kerja sama sekali tidak menjawab amanat putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah menetapkan koridor perbaikan secara prosedural dan materiil terhadap UU tentang Cipta Kerja sehingga penerbitan Perpu ini tidak menggugurkan status “inkonstitusional bersyarat” terhadap UU tentang Cipta Kerja," kata Amin dalam Rapat Badan Legislasi DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Lebih lanjut, Amin AK menyebut bahwa Penerbitan Perpu tentang Cipta Kerja tidak memenuhi persyaratan adanya “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.
"Fraksi PKS menilai alasan Pemerintah untuk menerbitkan Perpu tidak terukur dan kurang tepat, dibandingkan dengan melakukan revisi terhadap UU tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislasi di DPR sesuai dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Pengujian Formil UU tentang Cipta Kerja," ujarnya.
Menurut Amin, meskipun ekonomi global melambat, seperti sudah terjadi sejak pertengahan 2022, namun pemulihan ekonomi nasional relatif stabil.
Baca juga: Menko Airlangga Apresiasi Baleg DPR RI yang Telah Menerima Perppu Cipta kerja
Kondisi saat ini justru menunjukkan tidak adanya potensi resesi, krisis, maupun ancaman inflasi tinggi.
"Oleh sebab itu, Fraksi PKS menilai bahwa berdasarkan kondisi ekonomi tersebut, maka tidak ada urgensi yang genting dan mendesak yang bisa dijadikan dasar untuk Pemerintah menebitkan Perpu," ucapnya.
Selain itu, ia pun beranggapan bahwa keputusan pemerintah untuk menerbitkan Perpu tentang Cipta Kerja dengan mengesampingkan pilihan untuk melakukan revisi UU tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislasi dengan melibatkan DPR.
"Hal ini merupakan manifestasi kekuasaan yang jauh dari penghormatan terhadap semangat demokrasi yang mengedepankan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya," ujarnya.
Atas dari itu, kata Amin, Fraksi PKS meminta agar Perpu tentang Cipta Kerja dicabut dengan mengatur segala akibat hukum dari pencabutan tersebut. Di sisi lain, meminta agar segera melakukan revisi terhadap UU Cipta Kerja.
"Kami, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), mendorong agar dilakukan perbaikan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melalui mekanisme perubahan undang-undang di DPR dengan melibatkan partisipasi publik secara bermakna dan maksimal sejalan dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian Formil UU Cipta Kerja", pungkas Amin AK.
Sementara itu, anggota fraksi Partai Demokrat Santoso mengungkap sejumlah alasan pihaknya menolak Perppu tersebut.
Santoso menilai Perppu Ciptaker bukan saja cacat secara formalitas, namun juga cacat secara konstitusi.
Anggota Komisi III DPR RI itu menyebut pemerintah tak rasional terkait alasan kegentingan dengan menerbitkan Perppu Ciptaker.
"Berdasarkan catatan-catatan penting di atas, Fraksi Partai Demokrat menyatakan menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker," pungkas Santoso.