TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Susilaningtias menyebut vonis Richard Eliezer alias Bharada E hari ini, Rabu (15/2/2023) akan menentukan pandangan publik terhadap status justice collaborator (JC).
Pasalnya, sebagai JC dalam menguak fakta pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo Cs, Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jumlah tuntutan ini banyak menuai polemik publik bahkan para pengamat hukum di Indonesia.
Sebagian orang menilai layak, sedangkan sebagian orang lagi menilai jumlah ini tidak sebanding dengan Richard Eliezer yang mempertaruhkan hidupnya untuk bersaksi dalam menguak fakta sebenarnya.
Sehingga, dikhawatirkan publik enggan memilih menjadi JC lantaran tak ada jaminan mendapatkan perlindungan hukum.
"Ini masa depan justice collaborator juga. Jadi, enggak hanya Richard juga tapi juga justice collaborator di masa depan."
Baca juga: Sudah Dimaafkan Keluarga Brigadir J, Richard Eliezer Diharapkan Dapat Vonis di Bawah 5 Tahun
"Kalau vonis (hukuman Bharada E) tinggi orang juga akan mungkin malas menjadi justice collaborator, enggak akan mau menjadi justice collaborator," kata Susilaningtias di Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (14/2/2023) dikutip dari TribunJakarta.com.
Secara hukum, hak keringanan hukuman untuk seorang JC sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 10 ayat 3 UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Bila mengacu pada UU tersebut, kata Susilaningtias, ada tiga alternatif keringanan hukuman.
Yakni hukuman percobaan, pidana bersyarat tertentu, dan pidana paling ringan sebagaimana pasal disangkakan JPU kepada terdakwa justice collaborator dipersidangan.
Untuk itu, Susilaningtias berharap akan ada keringanan hukuman bagi Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Kalau rekomendasi (justice collaborator) kita sudah sampaikan. Nah ini menunggu putusannya seperti apa."
"Harapannya sih dikabulkan dan ditetapkan sebagai justice collaborator," tegas Susilaningtias.
Baca juga: Sudah Dimaafkan Keluarga Brigadir J, Richard Eliezer Diharapkan Dapat Vonis di Bawah 5 Tahun
Amicus Curiae Diharapkan Jadi Pertimbangan
Kuasa Hukum Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Ronny Talapessy, berharap kliennya mendapatkan keringanan hukuman.
Pasalnya segala upaya telah dilakukan, dari mulai menjadi JC hingga adanya Amicus Curiae yang diajukan oleh ratusan akademisi dari seluruh Indonesia.
Terlebih Amicus Curiae ini diajukan oleh para Guru Besar Hukum, sehingga bisa dilihat majelis hakim sebagai bentuk opini hukum.
"Ya (optimis) kita lihat ini adalah aspirasi dari masyarakat luas, ini juga pun Guru Besar Hukum yang menyampaikan. Jadi Hakim juga pun akan melihat bahwa ini adalah aspirasi dan bentuk opini hukum. Nah itu kita hargai, kita kasih applause untuk itu," jelas Ronny.
Dengan adanya Amicus Curiae ini, diharapkan dapat menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam memberikan vonis kepada Eliezer.
Ronny pun meyakini Amicus Curiae ini bisa membantu meringankan vonis Eliezer.
Pada kasus-kasus yang sudah ada sebelumnya, Amicus Curiae dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan hakim dalam membuat putusan.
Ronny meyakini bahwa pengadilan sebenarnya bisa terbuka dangan adanya Amicus Curiae ini.
Baca juga: Jelang Vonis Richard Eliezer, Mantan Hakim Agung Berharap Majelis Hakim Konsisten Tegakkan Hukum
Mahfud MD: Tak Ada Eliezer Kasus Jadi Gelap
Menko Polhukam Mahfud MD menilai kehadiran Richard Eliezer sebagai pembuka kasus ini perlu diapresiasi.
Apabila saat itu Eliezer tidak mengungkapkan kebenaran, maka kasus ini akan tertutup hingga saat ini.
"Sehingga saya berpikir kalau merubah keterangannya menjadi keterangan yang benar, kasus ini akan tertutup. Akan menjadi seperti dark case, kasus yang gelap," jelas Mahfud MD.
Untuk itu, pihaknya berharap ada keringanan hukuman terhadap Richard Eliezer.
"Saya enggak tahu ya Eliezer ini divonis satu atau dua jam ke depan. Tapi saya berharap dia turun dari 12 (tahun)," kata Mahfud MD, Senin (13/2/2023) malam.
Richard Eliezer, kata Mahfud, muncul dan bersikap jujur terkait adanya skenario yang dibuat eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Baca juga: Jelang Vonis Richard Eliezer, Mantan Hakim Agung Berharap Majelis Hakim Konsisten Tegakkan Hukum
"Nah skenario (tembak- menembak) itu dipertahankan sampai sebulan, dari 8 Juli sampai 8 Agustus (2022). Apa tujuannya? Eliezer muncul di persidangan mengaku sebagai pembunuh karena dijanjikan akan di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)."
"Gampang SP3-nya. Saya membunuh karena saya ditembak duluan, sehingga terjadi tembak menembak. Jadi dia bebas, kasus ini ditutup," kata Mahfud.
Namun, kata Mahfud, alih-alih melakukan hal itu, Eliezer justru dengan berani membuka bahwa skenario itu ke publik.
"Tapi Eliezer dengan berani pada tanggal 8 (2022), berani membuka bahwa ini skenarionya Sambo. Bahwa ini pembunuhan. Bukan tembak menembak," sambung Mahfud.
Karena hal itu, Mahfud berharap Eliezer mendapat keadilan.
Meski demikian, lanjutnya, Eliezer tetap harus dihukum karena dia juga merupakan pelaku.
"Tentu menurut saya sih dihukum juga, karena dia pelaku kan. Tetapi tanpa dia tak akan berubah kasus ini," jelas Mahfud.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Faryyanida Putwiliani/Ibriza Fasti Ifhami)(TribunJakarta.com/Bima Putra)