Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan MPR RI dinilai tak ada alasan lagi untuk menunda pelantikan Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR, menggantikan Fadel Muhammad.
Hal itu disampaikan Pegiat Kajian Hukum Tata Negara dan Dosen Luar Biasa di Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung M. Ridwan dalam surat kajian terkait penggantian Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad dengan Tamsil Linrung.
Di mana, hal ini merupakan masukan berupa pandangan hukum atas masalah tersebut.
Dalam pandangannya, Ridwan mengatakan penundaan pelantikan Tamsil menggantikan Fadel tidak relevan dan bertentangan dengan fakta hukum.
Ia menjelaskan, alasan Pimpinan MPR yang meminta DPD RI menyelesaikan masalah internal DPD karena dua wakil Pimpinan DPD menarik tanda tangan pada Keputusan DPD RI Nomor 2/DPD RI/I/2022-2023, tidak relevan dan bertentangan dengan fakta hukum.
“Karena empat pimpinan DPD pada 17 November 2022 telah menandatangani surat pemberian kuasa kepada kuasa hukum Pimpinan DPD untuk menghadapi gugatan Fadel Muhammad di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan telah didaftarkan di Kepaniteraan PTUN Jakarta pada 9 desember 2022,” kata Ridwan, Kamis (9/3/2023).
Sehingga, lanjut dia, penandatanganan empat pimpinan DPD itu menjadi bukti bahwa di internal DPD sudah tidak ada lagi permasalahan.
Selain penggantian Fadel dilakukan melalui mekanisme rapat pengambilan keputusan tertinggi yaitu Rapat Paripurna DPD RI, menurut M Ridwan, keabsahannya juga diperkuat adanya hasil putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Majelis Hakim PN Jakpus memutuskan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili serta memutus perkara yang diajukan oleh penggugat (Fadel Muhammad).
Pengadilan beralasan bahwa kompetensi dalam memutus dan membatalkan obyek sengketa yang diajukan oleh penggugat merupakan bagian kewenangan DPD melalui forum tertinggi sidang paripurna DPD.
M Ridwan juga menyinggung adanya Putusan Badan Kehormatan (BK) DPD yang dibacakan dalam Sidang Paripurna DPD pada 17 Februari 2023. Putusan BK DPD menyatakan Fadel Muhammad terbukti bersalah telah melakukan pelanggaran kode etik dengan diberikan sanksi ringan berupa teguran secara tertulis.
Baca juga: Ketua DPD Minta MPR Segera Lantik Tamsil Linrung sebagai Pengganti Fadel Muhammad
“Sehingga sepatutnya permasalahan etik ini menjadi dasar pertimbangan pimpinan MPR untuk mempercepat pelantikan Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR unsur DPD yang baru,” ungkap M Ridwan.
Sebelumnya, pandangan yang sama disampaikan pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Dikatakan Refly, harusnya proses politik tidak boleh dicampuri dengan proses hukum. Dijelaskannya, keputusan rapat paripurna DPD merupakan keputusan yang harus dihormati.
Jika ingin bertata negara yang baik, menurut Refly, Tamsil harus segera dilantik. Pimpinan MPR harus mengabaikan proses hukum ke PTUN yang dilakukan Fadel Muhammad.
Refly mempertanyakan gugatan PTUN yang dilakukan Fadel.
“Apa yang mau di-PTUN-kan?. Masa keputusan sidang paripurna di-PTUN-kan. Itu kan tidak benar. Sidang paripurna itu hanya bisa di-PTUN-kan dengan sidang paripurna juga,” paparnya.
Pengamat hukum Tata Negara lainnya, Margarito Kamis, mengatakan MPR tidak perlu menunggu poses hukum yang diajukan Fadel Muhammad selesai. Mereka bisa langsung melantik Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI.
Menurut Magarito, semuanya tinggal kemauan MPR.
“Kalau MPR mau, sebenarnya mereka punya dasar untuk melakukan tindakan itu (melantik Tamsil Linrung menggantikan Fadel, Red),” paparnya.
Sementara, Ichsanuddin Noorsy mengatakan jika menggunakan UU MD3 2018, pimpinan MPR tidak bisa menunda pelantikan Tamsil Linrung. Pelantikan wakil ketua MPR dari unsur DPD justru mengganggu kepentingan DPD atas MPR.
Ichsan mengingatkan, pemegang otoritas pengambilan keputusan untuk mengganti wakil ketua MPR berada di Sidang Paripurna DPD.
Baca juga: Anggota DPD Bisa Keluarkan Mosi Tidak Percaya Jika Tamsil Tidak Dilantik Jadi Pimpinan MPR
“Jika Fadel merasa dirugikan, seharusnya Fadel membela dirinya bukan di pengadilan. Tapi di sidang paripurna DPD, sebab pemegang otoritasnya ada di paripurna DPD,” jelasnya.