Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah masa penahanan Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak (RHP) selama 40 hari.
Itu artinya, tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tersebut bakal lebih lama lagi mendekam di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
"Tim penyidik telah memperpanjang masa penahanan tersangka RHP selama 40 hari, terhitung mulai 12 Maret 2023 sampai dengan 20 April 2023 di Rutan KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (10/3/2023).
Ali mengatakan pengumpulan alat bukti masih terus dilakukan tim penyidik KPK untuk menerangkan dugaan perbuatan rasuah dari Ricky Ham Pagawak.
Caranya yaitu dengan menjadwalkan pemeriksaan saksi-saksi termasuk menggeledah lokasi-lokasi yang diduga dapat memperkuat dugaan perbuatan tindak pidana korupsi Ricky Ham.
Baca juga: KPK Eksekusi Penyuap Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak ke Lapas Makassar
Dalam konstruksi perkara dijelaskan, Ricky yang menjabat selaku Bupati Kabupaten Mamberamo Tengah, Provinsi Papua selama dua periode yaitu 2013-2018 dan 2018-2023, banyak mengerjakan proyek pembangunan infrastruktur.
Dengan kewenangan sebagai bupati dimaksud, kader Partai Demokrat itu kemudian diduga menentukan sendiri para kontraktor yang nantinya akan mengerjakan proyek dengan nilai kontrak pekerjaannya mencapai belasan miliar rupiah.
Baca juga: Ricky Ham Pagawak Ditangkap dan Ditahan, DPO KPK Tersisa 3 Orang Termasuk Harun Masiku
"Syarat yang ditentukan RHP agar para kontraktor bisa dimenangkan antara lain dengan adanya penyetoran sejumlah uang," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri.
Para kontrakor dimaksud antara lain Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Pampang; Direktur PT Bumi Abadi Perkasa, Jusieandra Pribadi Pampang; dan Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding. Ketiganya telah divonis bersalah oleh pengadilan.
Simon, Jusieandra, dan Marten adalah para kontrakor yang ingin mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah.
"RHP kemudian bersepakat dan bersedia memenuhi keinginan dan permintaan SP (Simon Pampang), JPP (Jusieandra Pribadi Pampang) dan MT (Marten Toding) dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar diberikan khusus pada SP, JPP dan MT," kata Firli.
Baca juga: KPK Ungkap Ricky Ham Pagawak Nikmati Uang Suap, Gratifikasi, dan TPPU Capai Rp 200 Miliar
Jusieandra diduga mendapatkan paket pekerjaan 18 paket dengan total nilai Rp217,7 miliar, di antaranya proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.
Sedangkan Simon Pampang diduga mendapatkan enam paket pekerjaan dengan nilai 179,4 miliar.
Adapun Marten Toding mendapatkan tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar.
"Realisasi pemberian uang pada RHP dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan RHP," beber Firli.
Firli menyebut, Ricky diduga juga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak yang kemudian diduga juga dilakukan TPPU berupa membelanjakan, menyembunyikan maupun menyamarkan asal usul dari harta kekayaan yang berasal dari korupsi.
"Sejauh ini terkait dugaan suap, gratifikasi dan pencucian uang yang dinikmati RHP sejumlah sekitar Rp200 miliar dan hal ini terus didalami dan dikembangkan oleh tim penyidik," kata Firli.
Selama proses penyidikan ini, tim penyidik telah memeriksa 110 orang sebagai saksi dan juga melakukan penyitaan berbagai aset bernilai ekonomis di antaranya, berbagai bidang tanah dan bangunan serta apartemeb yang berlokasi di Kota Jayapura, Provinisi Papua, Kota Tangerang, Provinsi Banten dan di Jakarta Pusat serta beberapa unit mobil mewah dengan berbagai tipe.