TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pekerja rumah tangga yang pernah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh majikannya berharap bisa bertemu dengan Ketua DPR Puan Maharani untuk ceritakan nasibnya.
Adapun saat ini para PRT tengah menunggu Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk disahkan oleh DPR.
"Saya Siti Khatimah korban pekerja rumah tangga di Simprug Indah Jakarta Selatan. Mewakili PRT yang lainnya memohon kepada DPR untuk mengesahkan RUU PPRT," kata Siti pada konferensi pers daring Darurat PRT, Jumat (10/3/2023).
Kemudian Siti mengungkapkan harapnya bisa bertemu dengan Ketua DPR untuk mengadukan nasib agar PRT seperti dirinya bisa dilindungi.
"Dan tidak ada lagi PRT atau korban lainnya mengalami siksaan karena sampai sekarang saya masih mengalami kesakitan," jelasnya.
Sementara itu korban kekerasan majikan lainnya bernama Topiah juga mengungkapkan hal yang sama.
"Saya berharap PRT seperti saya bisa dilindungi dan tidak ada lagi yang disiksa seperti saya. Berharap juga RUU PPRT bisa disahkan agar tidak adalagi PRT yang dilecehkan seperti saya yang dianggap rendah," kata Topiah.
"Semoga saya bersama korban lainnya bisa bertemu dengan Ketua DPR Bu Puan Maharani untuk bersuara agar tidak ada korban-korban yang lain. Karena materi bisa diganti tetapi trauma akan tetap ada," tegasnya.
Kemudian korban kekerasan majikan lainnya yang selama sembilan tahun alami penyiksaan juga berharap RUU PPRT bisa segera disahkan.
"Saya Sri Siti Marni korban kekerasan PRT di Matraman Jakarta Timur dari 2007 sampai 2016 mendapatkan kekerasan selama sembilan tahun penyiksaan, penyekapan oleh majikan," kata Siti.
"Maka dari itu saya PRT meminta anggota DPR dan juga Ibu Puan Maharani agar Undang-Undang PPRT segera disahkan agar tidak ada lagi korban kekerasan seperti saya. Alami penyiksaan seperti distrika, seluruh tubuh disiram air panas hingga bibir saya sumbing. Saya berharap juga bersama teman-teman yang lain bisa bertemu Ibu Puan Maharani," tegasnya.
Adapun sebelumnya Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan RUU PPRT ditunda atas keputusan dalam Rapat Pimpinan DPR RI. Keputusan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama.
“Surat Badan Legislasi (Baleg) tentang RUU PPRT sudah dibahas dalam rapat pimpinan (Rapim) DPR tanggal 21 Agustus 2021,” kata Puan, dalam keterangan yang diterima Kamis (9/3/2023).
Menurut Puan, Keputusan Rapim memutuskan untuk menunda membawa RUU PPRT ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus).
Dia menyebut, hal tersebut atas kesepakatan bersama pimpinan DPR.
“Keputusan Rapim saat itu menyetujui untuk melihat situasi dan kondisi terlebih dahulu. Saat itu dirasa belum tepat untuk diagendakan dalam rapat Bamus dan masih memerlukan pendalaman,” ucapnya.
Atas keputusan tersebut, RUU PPRT belum dapat dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR. Mengingat RUU PPRT belum dibahas dalam Rapat Bamus.
“Oleh karenanya RUU PPRT belum diagendakan dalam Rapat Bamus untuk dijadwalkan dalam rapat paripurna untuk menyetujui RUU tersebut sebagai RUU Usul Inisiatif DPR,” ucap Puan.
Baca juga: Puan Maharani Diminta Berdialog dengan Pekerja Rumah Tangga, Nasib PRT Disebut Sudah Darurat
Untuk bisa dibawa ke Paripurna, RUU PPRT harus terlebih dahulu dibahas di dalam rapat badan musyawarah. Puan mengingatkan, pembahasan legislasi harus mengikuti mekanisme yang ada.
“Sesuai aturan, sebelum dibawa ke Rapat Paripurna harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dalam Rapat Bamus,” ucapnya.
Meski begitu, Puan menyebut DPR RI akan mempertimbangkan masukan masyarakat.
Dia memastikan, DPR senantiasa mendengarkan aspirasi rakyat termasuk dalam pembentukan legislasi.
“DPR RI akan mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang saat ini,” pungkasnya.