TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari menegaskan pentingnya untuk memperjuangkan Pemilihan Umum (Pemilu) lima tahunan, sebab hal itu merupakan amanah dari Undang-Undang dasar (UUD) 1945.
Ia mengatakan Pemilu mempunyai dasar yang kuat setelah amandemen konstitusi.
"Pemilu punya dasar legalitas konstitusional yang cukup kuat setelah amandemen konstitusi," kata Hasyim Asy'ari di Seminar Nasional yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam rangka Dies Natalis ke 67 IPDN Tahun 2023, Selasa (14/3/2023).
Amandemen pertama UUD 1945 dilakukan pada Sidang Umum MPR 1999 ketika terjadinya reformasi pemerintahan.
Sistem pemerintahan Indonesia sebelum perubahan UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan suara yang terbanyak.
Namun saat ini kekuasaan sudah diberikan sepenuhnya kepada rakyat.
"Karena prinsipnya kedaulatan rakyat maka norma-norma berikutnya mengikuti itu. Misalkan kalau dulu kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, maka pengisian jabatan kepala negara, presiden itu dipilih oleh MPR. Tapi karena kemudian kedaulatan dikembalikan kepada rakyat, tidak lagi sepenuhnya diambil oleh MPR. Maka pengisian jabatan presiden dipilih oleh rakyat. Ini sebagai salah satu ciri sistem pemerintahan presidensial," ujarnya.
Presiden memegang kekuasaan pemerintah berdasarkan UUD dan dibantu oleh satu orang wakil presiden.
Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, presiden dibantu menteri-menteri yang bisa diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Presiden juga mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR.
"Itu satu hal yang penting untuk kita cermati kembali adalah pasal 22 di UUD kita, bahwa azas pemilu itu 'langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dan dilaksanakan setiap 5 tahun sekali," ungkapnya.
"Jadi kalau dalam rangkaian norma ini dalam satu tarikan napas sesungguhnya, Pemilu reguler setiap 5 tahun juga menjadi azas dari Pemilu. Dan ini harus kita perjuangkan, harus kita usahakan, ikhtiarkan semaksimal mungkin, supaya Pemilu bisa berjalan secara reguler tiap 5 tahun," kata Asy'ari.
Negara yang bersifat parlementer cukup ada 1 pemilu untuk memperebutkan 2 jabatan, yakni Pemilu untuk memilih anggota parlemen dan Pemilu untuk memilih perdana menteri.
Namun untuk negara yang bersifat presidensial, dimana masing-masing jabatan, baik presiden sebagai pemimpin negara, kepala daerah sebagai pemimpin wilayah maupun anggota DPR dipilih lewat Pemilu oleh rakyat.
Baca juga: Mahfud MD Bicara Ancaman Misinformasi dan Disinformasi Bagi Pemilu 2024 di Forum Australia-Indonesia
Sehingga masing-masing lembaga dapat mengklaim dirinya punya basis legitimasi yang kuat karena masing-masing dipilih langsung oleh rakyat.
"Alias sebagai wujud dari kedaulatan, sebagai ekspresi dari kedaulatan rakyat lewat Pemilu," ujarnya.