Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Assalamualaikum!". Sapaan itu terlontar diiringi langkah kaki ke pusat rehabilitasi narkoba Lapas Kelas IIA Bengkulu.
Di dalamnya, belasan warga binaan duduk lesehan mendengarkan sosialisasi dari Badan Narkotika Nasional (BNN).
Begitu mendengar sapaan, mereka langsung mengalihkan pandangan ke arah pintu.
Si penutur sapa merekahkan senyum selebar mungkin.
"Waalaikumsalam Pak Wamen (wakil menteri)," ujar para warga binaan kompak.
Baca juga: Daftar Kekayaan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, Dilaporkan IPW ke KPK Hari Ini
Seolah enggan mengganggu kegiatan, sang Wamen, Edward Omar Sharif Hiariej atau kerap disapa Prof Eddy tak lama ada di sana.
Dirinya langsung bergegas menuju Rutan Kelas IIB Bengkulu yang jaraknya berkisar sembilan kilometer dari Lapas kelas llA Bengkulu.
Sebelumnya Eddy sudah mengunjungi Lapas Perempuan Kelas IIB Bengkulu.
Di sana, dia menyempatkan diri bercengkrama dengan tahanan perempuan berusia 18 tahun.
Meski masih relatif muda, rupanya si perempuan membawa bayi laki-lakinya yang berusia 5 bulan.
"Baru masuk dua hari lalu," ujar Kalapas, Gayatri menjelaskan kepada Prof Eddy.
Sembari menggendong si bayi, Eddy tampak agak terkejut. Namun dia tetap melontarkan senyuman kepada bayi maupun ibunya.
Usai bercengkrama ringan, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) itu berpamitan.
Sayangnya, tak terlontar sepatah katapun darinya kepada awak media dalam kunjungan ke dua Lapas tersebut.
Pun saat kunjungan ke Rutan Kelas IIB Bengkulu, Eddy memilih diam seribu bahasa.
Baca juga: Edward Omar Sharif Hiariej Dapat Dukungan Pelti Kalimantan Utara Maju Sebagai Calon Ketum PP Pelti
Padahal saat itu pihak Rutan telah menyediakan dua standing microphone di halaman dekat pintu masuk.
Demikian pula saat berada di sebuah kampus untuk sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Lagi-lagi, Eddy memilih bungkam merespon pertanyaan awak media.
Sang Wamen sendiri diketahui sedang diterpa isu pelaporan dugaan gratifikasi oleh sebuah lembaga yang menamakan diri "Pengawas Polisi" alias Indonesian Police Watch (IPW).
Dugaan gratifikasi itu dilaporkan IPW ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jadi ini terkait adanya aliran dana sekitar Rp 7 miliar," ujar Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso saat ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK pada Selasa (14/3/2023).
Sugeng menjelaskan bahwa peristiwa pemberian dana itu belum lama terjadi.
“Tahun 2022, peristiwa antara April sampai 17 Oktober,” tuturnya.
Dia menduga Eddy menerima uang Rp 7 miliar melalui asisten pribadinya yang berinisial YAR dan YAM.
Sementara itu, KPK menyatakan telah menerima laporan dimaksud.
Baca juga: Tanggapi Kasus Dugaan KDRT yang Dialami Lesti Kejora, Edward Akbar: Semua Ada Jalan Keluar
Lembaga antirasuah itu akan melakukan verifikasi terhadap laporan tersebut.
"Setelah kami cek, betul ada laporan masyarakat dimaksud. Kami tidak bisa sampaikan materi laporan, namun yang pasti KPK segera lakukan verifikasi dan telaah untuk memastikan syarat pelaporan masyarakat yang disampaikan kepada KPK sesuai dengan ketentuan sehingga bisa ditindaklanjuti sesuai kewenangan KPK," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri pada Selasa (14/3/2023).
Pada hari yang sama dengan pelaporan, Wamenkumham Eddy Hiariej tidak ingin menanggapi serius.
Karena menurut Eddy, permasalahan ini bukan pada dirinya, melainkan ada di asisten pribadinya.
"Saya tidak perlu menanggapi secara serius karena pokok permasalahan adalah hubungan profesional antara aspri saya YAR dan YAM sebagai lawyer dengan kliennya Sugeng (Ketua IPW)," kata Eddy kepada awak media, Selasa (14/3/2023).
"Silakan konfirmasi lebih lanjut kepada YAR dan YAM yang disebutkan oleh Sugeng dalam aduannya," ujarnya.(*)