TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses konsolidasi keterangan dan bukti yang telah dihimpun oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait sulap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah selesai 80 persen.
Artinya, sebentar lagi MKMK akan segera mengumumkan hasil temuan dari seluruh proses yang telah pihaknya lakukan selama kurang lebih 30 hari ini.
Namun begitu waktu MKMK tidak banyak. Pihaknya harus segera mengumumkan hasil putusan sebelum Senin (20/3/2023) mendatang.
"Meski tidak persis betul, kira-kira sudah 80 persen," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna saat dihubungi Tribunnews, Jumat (17/3/2023).
Palguna menjelaskan, selama beberapa hari terakhir pihak MKMK melakukan maraton terhadap proses konsolidasi seluruh keterangan, fakta, dan dokumen yang pihaknya dapatkan selama sidang klarifikasi, sidang pemeriksaan pendahuluan, serta sidang pemeriksaan lanjutan yang di dalamnya termasuk mendengar keterangan ahli.
Selain itu di satu sisi MKMK harus benar-benar teliti dalam melakukan konsolidasi ini, sebab kata Palguna, hak ini menyangkut data dan fakta.
"Kami super hati-hati jika boleh diibaratkan demikian, khususnya menyangkut data dan fakta yang relevan. Tak boleh ada yang luput dari penglihatan, jelasnya.
Meski sudah berjalan selama 80 persen dalam proses konsolidasi, Palguna masih belum dapat memastikan kapan pihaknya akan membaca hasil putusan.
"Nanti akan ada pemberitahuan (tanggal pembacaan putusan)," tuturnya.
Tidak menutup kemungkinan juga proses pembacaan putusan adalah di hari terkahir nanti yakni 20 Maret nanti tepat sebelum proses pelantikan hakim konstitusi Anwar Usman dan Saldi Isra sebagai Ketua dan Wakil Ketua MK jabatan 2023-2028.
Sejauh ini, MKMK telah memanggil beberapa pihak untuk dimintai keterangan.
MKMK sudah mendalami berbagai informasi dari Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan (HAK) pada Kesekjenan MK.
MKMK juga telah meminta keterangan awal dari panitera, Muhidin, serta penggugat perkara nomor 103/PUU-XX/2022, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.
MKMK pun sudah memanggil semua hakim konstitusi untuk dimintai keterangan terkait skandal ini, minus Enny Nurbaningsih.