TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melaporkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (14/3/2023).
Sugeng melaporkan Eddy Hiariej atas dugaan menerima uang Rp7 miliar lewat Asisten Pribadi Wamenkumham berinisial YAR dan YAM. Pemberian uang itu disebut terkait sengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri (CLM).
Kuasa Hukum eks Dirut PT CLM Helmut Hermawan, Rusdianto mengatakan apa yang dilakukan oleh IPW merupakan tupoksinya sebagai lembaga pengawas kinerja penegak hukum.
"Kami menghormati tindakan IPW untuk melaporkan ke KPK karena hal tersebut adalah tupoksi IPW sebagai pengawas penegakan hukum," kata Rusdi kepada wartawan, Kamis (16/3/2023).
Rusdi pun mengungkap kronologi pemberian dana senilai Rp7 miliar kepada Wamenkumham tersebut.
Baca juga: DPR Desak KPK Dalami Laporan IPW Kepada Wamenkumham RI Soal Dugaan Gratifikasi
Awalnya kata dia, pihak PT CLM meminta waktu untuk konsultasi terkait permasalahan yang dialami Helmut Hermawan yang kala itu tengah bermasalah dengan pihak ZAS selaku direktur utama PT CLM yang baru.
"Saat itu pak Wamen membawa sekaligus dua orang asprinya di dalam pertemuan, nah dua asprinya itu juga hadir di dalam satu ruangan. Wamen mengatakan bahwa terhadap persoalan PT CLM ini dia mengamanatkan kepada dua orang Aspri yang dianggap sebagai orang kepercayaannya. Nah, pada saat itu konon tersebutlah angka sebagai biaya," kata dia.
Rusdi menyebut besaran biaya yang tak diketahui peruntukannya itu muncul dari pihak Wamenkumham. Dana senilai Rp7 miliar diberikan secara bertahap sebanyak tiga kali.
Pemberian dana tersebut diberikan lewat afiliasi Wamenkumham yakni Rp2 miliar lewat rekening sebanyak dua kali, kemudian Rp3 miliar sisanya dibayarkan secara tunai dalam bentuk mata uang asing. Tempat penyerahan kata dia, dilakukan di ruang aspri Wamenkumham.
"Sampailah Rp7 miliar yang semuanya diberikan melalui afiliasinya pak Wamen. Pertama itu sejumlah Rp 2 miliar melalui rekening, lalu Rp2 miliar lagi lewat rekening, baru yang Rp 3 miliar cash dalam bentuk mata uang asing yang diserahkan di ruangan asistennya itu, asprinya," jelasnya.
Setelah dana diberikan kata Rusdi, masalah yang dihadapi Helmut Hermawan tak kunjung selesai. Adapun salah satu pangkal masalahnya adalah pengurusan administrasi di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU).
Ia menyebut konsekuensi dari kliennya yang gagal mengurus perizinan di Ditjen AHU telah membuat perusahaan tersebut ditake over oleh pihak ZAS.
"Karena diambil sama lawan, akhirnya akta kita yang terdaftar itu dikeluarkan dan akta lawan yang masuk. Maka akan secara formalitas kita dianggap tidak terdaftar kan," katanya.
Rusdi pun menyatakan bahkan kliennya merupakan korban pemerasan sehingga terjadi transaksi pemberian sejumlah dana tersebut sebagaimana laporan IPW.