TRIBUNNEWS.COM - Komisi Yudisial (KY) akan mendalami keputusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memberikan vonis bebas dan ringan tiga polisi terdakwa kasus Kanjuruhan.
Pendalaman ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada dugaan pelanggaran etik atas perilaku hakim atau tidak.
Dua polisi yang divonis bebas adalah mantan Kasat Samapta Polres Malang, Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Polres Malang, Wahyu Setyo Pranoto.
Vonis bebas yang diberikan tersebut diketahui jauh lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu pidana tiga tahun penjara.
Sementara, satu polisi yang mendapatkan hukuman ringan adalah eks Danki I Brimob Polda Jatim, Hasdarmawan, dengan hukuman 1,5 tahun penjara.
Putusan Majelis Hakim PN Surabaya itu juga mengundang kekecewaan dan menjadi sorotan publik.
Baca juga: Pengacara Korban Kanjuruhan Sejak Awal Minta Presiden Terbitkan Perppu Soal Penyidik Independen
Juru Bicara Komisi Yudisial RI, Miko Ginting, mengatakan penilaian atas pembuktian memang ranah upaya hukum.
Tetapi, kata Miko, KY tidak bisa menilainya, kecuali ada dugaan pelanggaran etik.
"Kalau penilaian atas pembuktian, itu memang ranahnya upaya hukum."
"KY (Komisi Yudisial) tidak bisa menilai hal itu, kecauli ada dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim," ungkap Miko, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (18/3/2023).
Miko mengatakan, untuk menemukan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim, maka KY akan melakukan pendalaman atas putusan kepada tiga terdakwa kasus Kanjuruhan.
"Untuk menemukan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim, KY (Komisi Yudisial) akan melakukan pendalaman dulu terhadap putusan tersebut," kata Miko.
Pertimbangan Hakim Jatuhkan Vonis
Dalam pertimbangannya menjatuhkan vonis hukuman, Ketua Majelis Hakim, Abu Achmad Sidqi Amsya, mengatakan tembakan gas air mata yang ditembakkan para personel Samapta Polres Malang hanya mengarah ke tengah lapangan.