Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, GORONTALO - Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum (Ditgakkum) Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) akan segera menyerahkan kasus penyelundupan satwa liar dilindungi di Gorontalo ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo.
Diketahui, tersangka berinisial ZH (23).
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun mengatakan, berkas perkara pidana atas nama ZH terkait kasus penyelundupan satwa liar dilindungi di Gorontalo telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejati Gorontalo.
"Tersangka ZH berserta barang bukti akan segera diserahkan ke Kejati Gorontalo," kata Aswin, dalam keterangan pers tertulis, Minggu (19/3/2023).
Sementara itu, ia menuturkan, kasus ini terkuak berdasarkan informasi dari masyarakat yang melihat adanya satwa liar di dalam kandang yang dimuat dalam mobil minibus, di Terminal Andalas Kota Gorontalo dan kemudian melaporkan kepada petugas.
Adapun Aswin menyebutkan, satwa liar dilindungi tersebut di antaranya terdiri dari, 3 (tiga) ekor Bekantan (Nasalis larvatus).
Baca juga: Hari Satwa Liar Sedunia: Berikut Sejarah dan Temanya
"Dengan kondisi 1 (satu) ekor dalam keadaaan mati, serta 2 (dua) ekor Owa Jenggot Putih (Hylobates albibarbis)," sebutnya.
Mengetahui hal tersebut, Aswin mengatakan, tim Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III Manado bersama dengan Balai KSDA Sulawesi Utara Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo menuju ke lokasi dan mengamankan satwa liar dilindungi tersebut.
Aswin menerangkan, berdasarkan informasi yang diperoleh pihaknya. Satwa tersebut dititipkan di mobil minibus angkutan penumpang dari Desa Toboli Sulawesi Tengah ke Kota Gorontalo.
"Untuk diserahkan ke perwakilan travel di Kota Gorontalo dan rencananya akan di bawa ke Kota Manado," katanya.
Lebih lanjut, Aswin mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pengembangan terhadap kasus ini untuk mengungkap jaringan perdagangan satwa liar dilindungi.
"Mengingat jenis satwa yang diamankan merupakan satwa endemik asal Kalimantan, sehingga kami akan terus melakukan pendalaman terhadap kemungkinan adanya keterlibatan jaringan lintas Negara (transnational crime)," ungkapnya.
Akibat perbuatannya itu, kata Aswin, ZH telah melanggar ketentuan Pasal 40 ayat (2) jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah.