TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 160 orang aktivis 98 hadir dalam acara silaturahmi dan konsolidasi demokrasi yang digagas oleh Konsolidasi Demokrasi Aktivis 98 (KDA 98) di Asrama Haji, Pondok Gede pada hari Senin (20/3/2023).
Hadir dalam acara tersebut di antaranya Eli Salomo, Sarbini, Ubedeilah Badrun (Ubet), Ucok Sky Khadafi, dan Komeng.
Hadir juga beberapa aktivis 98 Kota Bandung, Semarang, Jogja, dan Cirebon.
Teguh Eko selaku Juru Bicara KDA 98 mengatakan acara ini berhasil mempertemukan para aktivis 98 dari berbagai spektrum politik.
"Kawan-kawan yang sekarang berposisi di BUMN, penggiat LSM, pengurus partai, relawan pendukung bakal capres 2024, pengurus serikat pekerja, dan pendidik hadir dalam acara ini," kata Eko, seorang inisiator terbentuknya KDA 98, seperti dikutip Selasa (21/3/2023).
Menurut Eko,ini membuktikan bahwa aktivis 98 masih menjaga nilai perkawanan, meski dalam keseharian berbeda pandangan dan sikap politik dalam situasi hari ini.
"Ada kerinduan juga bagi kami untuk saling bertukar pandangan dan mengkritisi perjalanan 25 tahun perjuangan reformasi," ujarnya.
Dia menceritakan, acara berlangsung dinamis, dengan pembawa acara Febby Lintang (IISIP, Pijar), ditambah lagi pemantik diskusi yang digawangi oleh Niko Adrian (UKI/FORKOT), Embay (FORKOT), dan Tendri (UNJ/FKSMJ).
"Kawan-kawan peserta pun antusias mengkritisi perjalanan 25 tahun perjuangan reformasi 1998, hampir sebagian besar berpendapat bahwa perjuangan reformasi telah melenceng akibat kekuasaan yang dipimpin oleh elit politik yang tidak terlibat berdarah-darah dalam perjuangan reformasi 1998," kata Eko.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Indeks Persepsi Korupsi Anjlok Bukan Karena Penegakan Hukum dan Demokrasi
Lanjut Eko, hasil pertemuan para aktivis 98 ini menyimpulkan 5 poin krusial yakni,
1. Pemberantasan KKN belum berjalan secara efektif;
2. Pencabutan Dwi Fungsi ABRI baru sebatas pemisahan TNI dan Polri. Masih menempatkan prajurit pada jabatan-jabatan yang tidak diatur dalam dalam peraturan perundang-undangan dengan semangat reformasi;
3. Pengadilan HAM, khususnya terkait dengan Tragedi Trisakti, Semanggi I-II belum dilaksanakan.
4. ketidakpastiaan penegakan hukum menyebabkan ketidakpercayaan rakyat terhadap penegakan hukum semakin tinggi.
5. Ketidakmampuan elite politik untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, dimana harga-harga semakin tinggi, daya beli rakyat semakin melemah, dan pengangguran semakin bertambah.
"Selain 5 poin tersebut, aktivis 98 di acara tadi juga menentang dengan keras upaya politik yang menginginkan penundaan pemilu 2024, karena itu merupakan langkah inkonstitusional dan wajib di lawan," tandas Eko.