Mereka kemudian menemui Mayor Jenderal Hawthorn dan meminta agar batas Ultimatum diperpanjang.
Sementara itu, pihak Sekutu terus menyebarkan pamflet berisi tentang berita Ultimatum tersebut.
Pada tanggal 23 Maret 1946 sore, Nasution ikut ke Jakarta bersama Syafruddin dan Didi Kartasasmita untuk menemui Perdana Menteri Syahrir.
Dengan alasan menyelamatkan Tentara Republik Indonesia (TRI) dari kehancuran, Syahrir mendesak Nasution agar memenuhi Ultimatum tersebut.
Syahrir pun berpendapat bahwa TRI belum mampu menandingi kekuatan pasukan Sekutu.
Keesokan harinya, Nasution kembali ke Bandung untuk sekali lagi melakukan negosiasi terkait penundaan pelaksanaan Ultimatum.
Namun, tentara Sekutu tetap pada pendiriannya menolak penundaan Ultimatum.
Sebaliknya, Nasution juga menolak tawaran Sekutu yang hendak meminjamkan seratus truk untuk membawa pasukan Indonesia ke luar kota.
Dalam pertemuan yang diadakan Nasution dengan para Komandan TRI, pemimpin laskar dan aparat pemerintahan akhirnya mencapai kesepakatan untuk membumihanguskan Bandung sebelum kota itu ditinggalkan.
Mereka berencana untuk membumihanguskan Bandung pada tanggal 24 Maret pukul 00.00.
Namun ternyata, rencana tersebut dilaksanakan lebih awal yakni pada pukul 21.00.
Gedung pertama yang diledakkan adalah Bank Rakyat.
Selanjutnya, disusul dengan pembakaran tempat seperti Banceuy, Cicadas, Braga dan Tegalega.
Anggota TRI membakar sendiri asrama-asrama mereka.