TRIBUNNEWS.COM - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, tidak menghadiri rapat Komisi III DPR bersama Kepala Pusat Pelaporan dengan Analisis Transaksi Keuangan (PPATL), Ivan Yustiavandana, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Kemananan (Menkopolhukam), Mahfud MD, yang dilaksanakan hari ini, Rabu (29/3/2023).
Adapun rapat tersebut akan membahas mengenai transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, mengatakan Sri Mulyani sudah diberi undangan untuk menghadiri rapat tersebut.
Namun, Sri Mulyani tidak bisa hadir.
"Kalau diundang iya, tapi tidak hadir," ungkapnya, di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2023).
Bambang pun mengatakan, rapat yang akan diselenggarakan sekitar pukul 15.00 WIB tersebut akan berlangsung panas.
Baca juga: KAMMI Desak Jokowi Evaluasi Besar-besaran Jajaran Kemenkeu
Sri Mulyani Bantah soal Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun di Kemenkeu
Sebelumnya, Sri Mulyani telah membantah mengenai transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kemenkeu.
Menurutnya, dari total Rp 349 triliun temuan PPATK, hanya ada Rp 3,3 triliun yang melibatkan pegawai Kemenkeu.
"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kemenkeu itu Rp 3,3 triliun. Ini 2009-2023, 15 tahun," kata Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023)
Sri Mulyani juga menjelaskan, yang benar-benar menyangkut tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu ada 135 surat, nilainya Rp 22 triliun.
"Sehingga yang benar-benar berhubungan dengan kami terkait dengan kalau ini menyangkut tupoksi pegawai Kemenkeu ada 135 surat, nilainya Rp 22 triliun," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, dari Rp 22 triliun tersebut, hanya Rp 3,3 triliun yang berhubungan dengan pegawai Kemenkeu.
Komisi III DPR: Kita Buka Sejumlah Transaksi, Tujuan Utama Rapat Clear
Bambang Pacul mengatakan rapat yang akan digelar nanti tujuannya untuk memperjelas soal dugaan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kemenkeu agar tidak simpang siur di masyarakat.
"Itu untuk ngabuburit itu akan meng-clear-in sambil ngabuburit toh. Ngabuburit untuk sampai buka puasa nanti. Itu akan meng-clear angka Rp349 triliun dalam transaksi tersebut. Kita clear bareng."
"Jangan sampai rakyat berpikir nanti ada yang aneh-aneh," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
DPR dan Mahfud MD jug akan membuka secara terang benderang sejumlah transaksi-transaksi di Kemenkeu yang dianggap mencurigakan.
"Kita buka sejumlah transaksi, maka akan kita lihat. Jadi rapat tujuan utama clear," ungkap Bambang.
Bambang menambahkan, jika nantinya rapat bersama Mahfud MD tidak jadi digelar, maka ada kemungkinan lembaga legislator akan menempuh hak kedewanan ke jenjang yang lebih tinggi.
"DPR akan menggunakan hak pengawasan lebih tinggi lagi. Satu step lebih tinggi lagi. Misalnya, interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat. Bisa kita tingkatkan hal itu," pungkasnya.
Partai Buruh: Mahfud MD Tak Mungkin Bicara Tanpa Dasar Hukum
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menanggapi soal pernyataan Mahfud MD tentang transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kemenkeu.
Ia menilai tidak mungkin Mahfud MD memberikan pernyataan mengenai transaksi mencurigakan itu dengan asal-asalan tanpa didasari aspek hukum yang kuat.
"Tidak mungkin seorang Mahfud MD, sekaliber Mahfud MD, Guru Besar Hukum Indonesia, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, tanpa menelaah aspek dasar hukum ketika mengeluarkan pernyataan," kata Said Iqbal saat konferensi pers secara virtual, Selasa.
Said Iqbal kemudian mengatakan, pernyataan dari para anggota DPR yang mengomentari Mahfud MD menyakiti hati konstituen buruh.
Padahal, Mahfud MD juga telah memberikan pernyataan berulang kali, apa yang ia sampaikan soal transaksi mencurigakan tersebut bukanlah tindakan korupsi, melainkan tindakan pencucian uang (TPPU).
"Ini sangat mengherankan bagi Partai Buruh dan konstituen kelas pekerja buruh petani nelayan, pernyataan Menteri Keuangan dan DPR menyakitkan rakyat," kata Said Iqbal.
"Harus diambil hikmah dari pernyataan Menkopolhukam, Bapak Mahfud bahwa berulang ulang Mahfud MD menyatakan korupsi di Indonesia sudah begitu memiriskan, memprihatinkan, semua lini ada korupsi. Pernyataan tentang dugaan TPPU diproses," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Adukan PPATK, Mahfud MD hingga Sri Mulyani, MAKI Harap Bareskrim Uji Tafsir dugaan TPPU Rp349 T
Sebagai informasi, sebelumnya Mahfud MD sempat mengatakan dalam konferensi pers pada Jumat (10/3/2023) bahwa ditemukan transaksi mencurigakan lebih dari Rp 300 triliun di Kemenkeu selama periode 2009-2023.
Adapun transaksi itu terindikasi adalah dugaan TPPU.
Mahfud MD kemudian mengungkapkan laporan hasil analisa PPATK terkait dugaan TPPU mencapai Rp349 triliun.
Angka tersebut lebih besar dibanding jumlah uang pada transaksi mencurigakan yang sebelumnya diungkap Mahfud.
Mahfud pun menegaskan para pihak untuk tidak berasumsi mengenai dugaan adanya korupsi oleh pegawai Kemenkeu.
Lantaran aliran transaksi tersebut berkaitan dengan pencucian uang, bukan korupsi.
Adapun bentuk-bentuk dugaan pencucian uang ini ialah kepemilikan saham di sebuah perusahaan, membentuk perusahaan cangkang, menggunakan rekening atas nama orang lain, dan kepemilikan aset atas nama orang lain.
(Tribunnews.com/Rifqah/Naufal Lanten/Fersianus Waku/Igman Ibrahim)