TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Piala Dunia U-20 resmi batal di gelar di Indonesia pascapenolakan keikutsertaan Israel dalam ajang sepak bola dunia tersebut.
Tentu, penolakan itu datang dari sejumlah kader PDI Perjuangan (PDIP) yakni Gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali Wayan Koster.
Kini, banyak yang mengaitkan urusan batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia ada
hubungannya dengan urusan politik.
Indikasi ini pun tampak dari dugaan renggangnya hubungan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi)
dengan partai politik pendukung utama, PDI Perjuangan.
Publik menyimpulkan demikian karena Presiden secara tegas telah mengatakan bahwa jangan memcampuradukan urusan sepak bola dan politik.
Bahkan, belakangan PDIP kerap absen dalam sejumlah pertemuan politik yang dihadiri Jokowi.
Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga kerap mesra dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto belakangan ini.
Baca juga: Pengamat Beberkan Makna Pertemuan Jokowi dan Lima Ketua Umum Partai Politik di DPP PAN
Lalu, apa hubungan Jokowi dengan PDIP renggang gara-gara batalnya Piala Dunia U-20?
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah pun menilai, ada dua hal memicu kemarahan Jokowi pada PDIP atau setidaknya memicu kekecewaannya.
Pertama, kata Dedi, Jokowi gagal lakukan diplomasi politik terkait bargaining posisi Jokowi sebagai penentu pencapresan. Di mana, Jokowi berharap bisa usung Ganjar.
Sementara PDIP belum juga memberi tanda menyetujui keinginan itu," kata Dedi Kurnia saat dihubungi, Selasa (4/4/2023).
Dedi pun menyebut, situasi itu membuat Jokowi merasa berada di bawah kendali penuh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Kedua, lanjut Dedi, Ganjar yang sejauh ini dekat dengan Jokowi, rupanya ikut serta dalam meramaikan penolakan Piala Dunia U20 yang, seharusnya akan menjadi kebanggaan Jokowi.
Mengingat gaung gelaran internasional sebelumnya dipegang Formula E yang tentu itu milik Anies Baswedan.
"Kondisi itu membuat Jokowi merasa dikhianati Ganjar, sehingga Jokowi dengan keras menghardik para kepala daerah yang sebelumnya setuju, tetapi tetiba menolak," terang Dedi.
Bahkan, Dedi juga mengatakan, Jokowi lakukan pertemuan untuk merestui koalisi besar tanpa ada PDIP.
"Ini membuka peluang konflik Jokowi PDIP kian mengemuka," jelasnya.
Sedangkan, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai berbeda.
Dia menilai, bahwa isu hubungan renggang antara Presiden Jokowi dan PDIP tak terjadi. "Saya pikir tidak (kerenggangan)," ucap Wasisto, Selasa.
Menurut Wasisto, masih ada hal-hal lain yang perlu dituntaskan oleh Presiden Jokowi bersama koalisinya agar semua capaian program lain yang strategis bisa terlaksana hingg Oktober 2024.
Sementara itu, PDI Perjuangan (PDIP) tidak mau dibenturkan karena absen dalam acara silaturahmi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah parpol di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan pada Minggu (2/4) lalu.
Ketua DPP PDIP Said Abdullah menyampaikan bahwa ketidakhadiran partainya sejatinya sudah
dijelaskan oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Adapun perwakilan PDIP sedang ada acara di luar negeri.
"Ketum DPP PAN sudah menjelaskan, bahwa ada di luar negeri, ada acara, kenapa fakta itu mau
dihilangkan? Kemudian tiba-tiba mau dibenturkan," ujar Said saat ditemui di Kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, Selasa (4/4).
Said menuturkan bahwa PDIP tak hanya kali ini dibenturkan oleh Presiden Jokowi.
Sebelum ini, Megawati Soekarnoputri juga sempat dibenturkan oleh Eks Wali Kota Surakarta tersebut.
Dari dulu Bu Mega akan dibenturkan dengan Pak Jokowi, dari dulu, bukan hanya sekarang. Kalian
aja mau nyeret-nyeret juga," jelas Said.
Di sisi lain, Said menyatakan bahwa komunikasi dengan sejumlah parpol sejatinya sudah berjalan
dengan baik. Adapun lohi biasanya dilakukan secara personal antara para ketua umum (ketum)
parpol.
"Yang kamu maksud itu kan komunikasi untuk forum publik. Biasanya kami lakukan intensitas
komunikasi itu di forum lobi-lobi, forum pertemuan secara personal dengan para ketum terus
dilakukan."
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku pusing dalam dua minggu terkahir ini
menghadapi masalah Piala Dunia U-20.
Sambil menggelengkan kepala, Presiden mengungkapkan apa yang dirasakannya tersebut dalam
acara silaturahmi PAN bersama Presiden, di Jakarta, Minggu, (2/3).
“Tapi yang urusan bola ini memang. Pusing saya dua minggu ini gara-gara bola, pusing betul,”
kata Jokowi seraya menggelengkan kepala.
Presiden Jokowi pusing karena proses agar Indonesia bisa jadi tuan rumah tidaklah mudah. Indonesia harus mengikuti seleksi dan bersaing dengan puluhan negara lain yang juga ikut mengajukan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Indonesia juga berupaya keras meyakinkan banyak pihak mengenai kesiapan menjadi tuan rumah.
“Sulitnya sangat sulit sekali untuk bisa menjadi tuan rumah itu. Yang mengajukan bukan 1,2,3 negara tapi puluhan negara mengajukan dan kita juga ikut mengajukan, lobi sana lobi sini menyampaikan apa kesiapan infrastruktur dan fasilitas fasilitas kita,” kata Jokowi.
Indonesia kata Presiden beruntung setelah kemudian terpilih menyisihkan dua negara lain yang juga
menjadi kandidat kuat, yakni Peru dan Brazil.
Indonesia lalu melakukan persiapan dengan memperbaiki sejumlah infrastruktur yang akan digunakan untuk Piala Dunia U-20.
“Kita menyiapkan 3 tahun, lapangannya dicek diperbaiki, dicek lagi lalu diperbaiki, dicek lagi tidak semudah itu dan saat kita menandatangani country house guarantee di situ sudah tercantum semuanya apa-apa yang harus kita komitmenkan dan kita tanda tangan,” tutur Jokowi.
“Tapi ya memang itu sudah menjadi kehendak Allah, kita terima sebagai sebuah pembelajaran ke
depan agar tidak terjadi lagi. itu saja yang bisa kita ambil pelajaran dari urusan bola. Tapi aduh
pusing pusing betul ngurusi bola itu, pusing,” pungkas Jokowi. (Tribun Network/ Yuda).