News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Brigjen Endar Priantoro dan KPK

Eks Penasihat KPK: Firli Bahuri Harus Dipecat Jika Ingin Selamatkan Negara Dalam Berantas Korupsi

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menyebut Firli Bahuri harus dipecat dari pimpinan KPK.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Penasehat KPK periode 2005-2013, Abdullah Hehamahua menyebut Firli Bahuri harus dipecat dari pimpinan KPK.

Hal itu disampaikan Abdullah dalam diskusi daring bertajuk Bersihkan KPK dari Kepentingan Politik, Turunkan Firli Bahuri Segera, Kamis (13/4/2023).

"Tidak ada pilihan lain kalau kita mau menyelamatkan negara ini dalam pemberantasan korupsi. Minimal Firli harus dipecat dari pimpinan KPK," kata Abdullah.

Abdullah mengatakan perkara yang menjadi polemik saat ini harus diproses secara pidana, apakah oleh Mabes Polri, Polda, atau KPK sendiri sehingga kemudian bisa diproses penegakkan hukum.

"Jika tidak, maka yang harus bertanggungjawab adalah Jokowi karena dia yang bertanggungjawab dalam merusak kewenangan KPK," kata Abdullah.

Abdullah menegaskan maka jika Jokowi tidak perintahkan semua instansi terkait untuk memproses Firli.

Baca juga: Eks Penasehat KPK Singgung Pelanggaran Kode Etik Firli Bahuri Saat Jabat Deputi Penindakan

"Maka Jokowi harus berjiwa besar mengundurkan diri sebelum 2024 demi kemaslahatan bangsa dan lainnya," katanya.

Mantan Penasehat KPK periode 2005-2013 itu juga menilai bencana KPK dimulai dari Presiden Jokowi.

"Bencana negara ini khususnya di KPK dimulai oleh Presiden Jokowi. Sebab berdasarkan pengantar dari presiden maka dibawalah rencana Undangan-Undang No.19 Tahun 2019 Tentang Amandemen KPK yang merupakan satu pintu kehancuran KPK," kata Abdullah.

Abdullah melanjutkan bagaimana kejahatan yang dilakukan Jokowi melalui amandemen KPK itu bisa dilihat bahwa sampai dibahas di DPR.

KPK tidak pernah disampaikan rencana Undangan-Undang KPK tersebut.

Baca juga: Soal Kisruh Firli Bahuri dan Brigjen Endar, Badko Jabotabeka-Banten Minta PB HMI Tak Berpolitik

"Bahkan KPK sampai mengirimkan surat ke Kemenkumham juga tidak diberikan. Itu niat jahat presiden Jokowi untuk menghancurkan KPK," kata Abdullah.

"Akibatnya apa terjadinya kekosongan kewenangan KPK antara lain korupsi sekarang menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 bukan lagi kejahatan luar biasa," lanjutnya.

Menurut Abdullah karena pada Undang-Undang KPK yang pertama disebutkan KPK menangani kasus yang melibatkan penyelenggara negara dan aparat penegak hukum.

Kedua menimbulkan keresahan masyarakat dan terakhir mengakibatkan kerugian minimal Rp 1 miliar.

Baca juga: Kapolri Sebut Bareskrim Bakal Dalami Laporan Dugaan Kebocoran Dokumen yang Menyeret Firli Bahuri

"Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 poin kedua yaitu menimbulkan keresahan masyarakat itu dihilangkan. Artinya korupsi bukan kejahatan luar biasa lagi," kata Abdullah.

"Yang kedua Undangan-Undang yang baru ini menghancurkan modal utama atau keunggulan dari KPK yaitu penyadapan," tegasnya.

Menurutnya penyadapan KPK itu bisa dilakukan harus seizin dewan pengawas yang sebelumnya tidak. Padahal diketahui dewan pengawas itu dilantik oleh presiden.

"Jadi secara teoritis dewan pengawas dilantik oleh presiden. Kemudian bagaimana dewan pengawas diberikan izin bagi penyidik untuk menyadap Jokowi atau para menterinya," kata Abdullah.

Menurutnya itu tidaklah mungkin, jadi yang disaksikan bahwa kasus-kasus yang ditangani oleh KPK pada periode Firli sekarang ini. Melibatkan kasus orang-orang yang tidak punya background kekuatan politik dan kemudian orang-orang yang dianggap nasibnya jelek saja.

"Contohnya Harun Masiku yang sudah tiga tahun belum juga ditangkap karena melibatkan partai besar, partai yang berkuasa," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini