Para ulama berusaha untuk mencari malam tersebut. Rasullullah SAW memberi isyarat dalam sabdanya,
تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ
Artinya: "Carilah malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadist di atas, ada yang menduga bahwa malam yang dimaksud adalah malam ke-21, 23.
Al-Imam as-Syafi'i juga mengemukakan bahwa dalam malam ganjil pada sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan ada yang menduga malam itu terjadi di malam ke-27.
Bahkan banyak di negara muslim diselenggarakan ihtifal ilailatil qadar setiap malam ke-27.
Khotmil quran di Masjidil Haram dilakukan di malam ke-27.
Ada ulama yang mencoba menerka, malam ke-27 adalah malam yang dimaksud karena Al-Qur’an surat Al-Qadr yang menjelaskan tentang lailatul qadar, terdiri dari 30 kata dan kata yang ke-27 adalah 'hiya' yang merupakan kata ganti dari lailatul qadar.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qadr ayat 5,
سَلَٰمٌ هِىَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ ٱلْفَجْرِ
Artinya: “Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr ayat 5)
Ada pula ulama yang mencoba mencari alasannya dengan mengatakan bahwa malam lailatul qadar dalam surat al qadr terulang sebanyak 3 kali dan kata 'lailatul qadar' terdiri dari 9 huruf.
Maka, sembilan dikali tiga sama dengan dua puluh tujuh.
Betapapun yang dilakukan oleh para ulama dalam memberikan isyarat tentang kapan malam lailatul qadar terjadi.