TRIBUNNEWS.COM - Partai Buruh akan mengerahkan 50 ribu massa aksi pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2023.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan massa aksi tersebut terdiri dari berbagai serikat buruh dan petani yang ada di seluruh Indonesia.
Dia menjelaskan, yang akan menjadi titik aksi mereka pada peringatan Hari Buruh, yaitu di depan Istana Negara dan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat.
"Peringatan May Day di Istana Negara dan Gedung Mahkamah Konstitusi akan diikuti dan tercatat oleh organisasi Partai Buruh hampir 50 ribu orang," kata Said Iqbal dalam konferensi pers secara daring, Kamis (27/4/2023).
Said Iqbal menyebut, selain dua titik aksi tersebut, peringatan Hari Buruh Internasional itu juga dilakukan di Istora Senayan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Ia menambahkan, peringatan Hari Buruh Internasional yang akan mereka gelar di Istora Senayan itu, diberi nama May Day Fiesta.
"May Day Fiesta akan tetap diikuti hampir 50 ribu buruh di Istora Senayan. May Day Fiesta adalah suatu bentuk kegiatan Partai Buruh bersama organisasi serikat buruh," ujarnya.
Baca juga: May Day 2023, Bakal Ada Deklarasi Kecil dan Capres 2024 dari Partai Buruh?
Aksi May Day yang akan digelar oleh Partai Buruh beserta gabungan dari serikat buruh tersebut akan dimulai pada pukul 09.30 WIB hingga 17.00 WIB.
Dalam peringatan May Day tahun ini, Partai Buruh telah menyiapkan 6 tuntutan, yaitu;
1. Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja
2. Cabut Parliamentary Trheshold 4 persen
3. Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT)
4. Tolak Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan
5. Reformasi Agraria dan Kedaulatan Pangan
6. Pilih Presiden 2024 yang Pro Buruh dan Kelas Pekerja
Baca juga: Hari Ini Buruh Lakukan Aksi May Day, Digelar Serentak di 38 Provinsi
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyampaikan pesan khusus kepada Partai Buruh dalam peringatan May Day 2023.
Bawaslu meminta Partai Buruh agar tidak membawa atribut partai pada peringatan May Day tersebut.
Menyikapi hal tersebut, Partai Buruh menuding Bawaslu sedang ikut bermain politik berkedok sebagai pengawas pemilu.
"Pesan berbau ancaman ini memberi indikasi bahwa Bawaslu daerah memiliki tendensi politik," ujar Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin saat dihubungi TribunJakarta.com, Minggu (30/4/2023).
"Sebagian dari mereka tampaknya sedang bermain politik dengan topeng sebagai pengawas," imbuhnya.
Partai Buruh menganggap apa yang telah dilakukan Bawaslu 'offside' dan mengancam demokrasi.
"Bagaimana mungkin pengawas Pemilu membuat sebuah kebijakan yang hanya dikhususkan kepada salah satu parpol peserta Pemilu? Ini jelas sangat membahayakan buat demokrasi," ujar Said.
Dia menambahkan, Partai Buruh menentang pembatasan yang dilakukan oleh Bawaslu pada peringatan May Day 2023.
"Sangat tidak mungkin Partai Buruh diminta untuk tidak merayakan Hari Buruh Internasional dan dilarang menyuarakan kepentingan buruh," jelasnya.
"Sedangkan jati diri dan alasan partai ini didirikan adalah untuk membela kepentingan kelas pekerja," imbuhnya.
Baca juga: Mengintip Persiapan Pengamanan Peringatan Hari Buruh di Ibu Kota Jakarta, Jateng hingga Makassar
Said mengatakan, Bawaslu tidak mamahami kultur buruh.
"Mereka tidak paham bahwa buruh dan Partai Buruh adalah dua entitas yang menyatu dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain," ujarnya.
Diketahui, salah satu yang dipersoalkan Bawaslu kepada Partai Buruh yakni tidak melakukan kampanye terselubung dalam aksi mereka, seperti mengibarkan bendera partai dan mengajak untuk memilih mereka pada Pemilu lantaran belum waktunya kampanye.
Said mengatakan, apabila ada bendera Partai Buruh sejatinya merupakan hal yang wajar lantaran aksi besok memang digagas oleh Partai Buruh.
"Seandainya pun pada aksi May Day terpasang spanduk, poster, atribut, atau orasi yang menyuarakan kepentingan kaum pekerja, hal itu sulit dihindari sebab aspirasi buruh sama dengan program Partai Buruh," ujar Said.
"Oleh sebab itu, ketidakmengertian pengawas Pemilu tentang kultur kelas pekerja ini tidak boleh berujung pada kekeliruan menjalankan fungsi pengawasan yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesalahan dalam menerapkan aturan Pemilu," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Abdillah Awang, Fahmi Ramadhan, TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)