TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para korban penipuan berkedok haji dan umrah murah First Travel melaporkan Ketua Mahkamah Agung ke Komnas HAM hari ini, Rabu (3/5/2023).
Pelaporan itu dilakukan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terkait kepastian hukum.
"Yang dilaporkan itu pihak Mahkamah Agung. Kami selaku masyarakat keberatan sekali karena sudah satu tahun lamanya bertele-tele, tidak tuntas, tidak ada kepastian hukum," ujar penasihat hukum korban First Travel, Pitra Romadoni saat ditemui di kantor Komnas HAM pada Rabu (3/5/2023).
Awalnya tim penasihat hukum merekomendasikan agar para korban beraudiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Komunikasi pun sempat dijalin dengan beberapa pimpinan DPR.
Namun para korban menolak usulan audiensi tersebut dengan alasan rentan dipolitisasi.
"Kita sudah pernah ada komunikasi dengan beberapa pimpinan DPR. Akan tetapi ada beberapa korban yang menolak itu, maka saya putuskan enggak jadi. Jadinya ke Komnas HAM," kata Pitra.
Sebagai informasi, para korban First Travel tak kunjung memperoleh kepastian hukum sejak putusan Peninjauan Kembali (PK) dikabulkan oleh Mahkamah Agung pada 23 Mei 2022.
Satu di antara poin yang menjadi sorotan dari amar putusan tersebut, yaitu dikembalikannya aset bos First Travel kepada para korban.
Sayangnya hingga kini, putusan itu belum dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Depok sebagai eksekutor.
Alasannya, Kejaksaan belum memperoleh salinan lengkap putusan PK tersebut dari MA.
Oleh sebab itu, para korban melalui penasihat hukumnya mendesak agar Mahkamah Agung segera mengirimkan salinan lengkap putusan PK kepada Kejaksaan agar dapat dieksekusi.
"Sudah satu tahun loh sejak 23 Mei 2022 diputuskan, sudah inkrah, kenapa putusannya saja tidak diberikan kepada pihak Kejaksaan?"
Sementara dari pihak Kejaksaan sebelumnya mengaku masih menunggu salinan lengkap dari PK Mahkamah Agung terkait pengembalian aset ke jamaah First Travel.
Koordinasi pun telah dilakukan dengan mengirimkan surat kepada MA melalui Pengadilan Negeri (PN) Depok.
"Saat ini Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Depok sedang menunggu putusan lengkap atas putusan peninjauan kembali tersebut dan telah dilakukan koordinasi dengan bersurat melalui ke Mahkamah Agung melalui PN Depok," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Depok, Mia Banulita dalam keterangan resminya pada Jumat (6/1/2023).
Hingga kini, pihak Kejari Depok hanya menerima petikan dari amar putusan tersebut.
Baca juga: Jaksa Agung Sebut Proses Pengembalian Aset Korban First Travel Perlu Proses Panjang
"Kami Jaksa Penuntut Umum baru menerima Petikan putusan perkara tersebut," katanya.
Dalam amar putusan Peninjauan Kembali oleh MA Nomor 365 PK/Pid.Sus/2022, ada 820 item sitaan milik bos First Travel yang disita dan mesti dikembalikan kepada korban.
529 di antaranya merupakan aset bernilai ekonomis, termasuk uang senilai Rp1,537 miliar.
Di antara aset-aset tersebut ada kacamata, ikat pinggang, tas, mobil, motor, perhiasan, hingga senjata air softgun.
Sebagaimana diketahui, PK itu telah mengubah putusan pada pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Depok.
Kala itu, aset-aset bos First Travel yang menjadi terdakwa disita dan dikembalikan kepada negara, bukan korban.
Para terdakwa yng dimaksud ialah Andika Surrachman, Anniesa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan.
Andika divonis 20 tahun penjara, Anniesa divonis 18 tahun penjara dan Kiki divonis 15 tahun penjara.
Ketiganya dianggap melakukan penggelapan dana sebesar Rp 905 miliar dari 63.310 calon jemaah umrah.