Belajar dari perkara yang telah terjadi, kata Yudo, TNI perlu melaksanakan evaluasi dari banyaknya kasus penyalahgunaan senjata api dan amunisi.
Masih adanya disparitas atau perbedaan hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan amunisi khususnya yang terjadi di daerah operasi, kata dia, berdampak dengan tidak adanya efek jera akibat hukuman yang relatif ringan.
"Oleh karena itu perlu adanya pemahaman terhadap surat edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2021 tentang penjualan senjata atau amunisi kepada musuh," kata Yudo.
"Disebutkan prajurit TNI yang menjual senjata api atau munisi kepada pihak musuh atau kepada orang yang diketahui atau patut diduga berhubungan dengan musuh oleh karenanya dapat dikenakan pasal 64 ayat 1 KUHP PM sebagai pengkhianat militer dan ancaman hukuman mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun," kata dia.
Diakhir Pengarahan, Yudo menekankan agar prajurit melakukan deteksi dan cegah dini terlebih lagi terkait penyalahgunaan senpi dan amunisi.
Ia juga menekankan agar prajurit kembangkan teknik dan mekanisme pre-emptive dan jangan pasif sehingga hanya terkesan sebagai pemadam kebakaran.
Yudo pun menekankan agar prajurit merespon atau menindaklanjuti dengan cepat dan tepat kasus-kasus menonjol.
Ia menegaskan agar mereka tidak menunggu viral baru diproses.
Aparat Gakkum jika melanggar, kata dia, harus mendapat sanksi yang lebih berat dan komunikasi serta koordinasi antara aparat Gakkum dengan Ankum/Pepera perlu ditingkatkan.
"Pegang teguh rahasia jabatan, hindari laporan kegiatan disebarluaskan melalui sosial media," kata Yudo.
Baca juga: Ambil Hikmah dari Konflik Militer di Sudan, Panglima TNI Ingatkan Jajaran Antisipasi Riak-riak Kecil
"Khusus bagi pelaku penjual senpi dan amunisi agar dijerat dengan pasal pidana berlapis dengan ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati untuk memberikan efek jera dan laksanakan koordinasi dan komunikasi dengan baik kepada sesama aparat penegak hukum lainnya," sambung dia.