News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wamenkumham Bantah KUHP Baru Membungkam Kebebasan Berpendapat, Berekspresi, dan Mengkritik

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Menteri Hukum dan HAM RI Eddy Omar Hiariej saat acara sosialisasi UU KUHP 'Kumham Goes To Campus' di Universitas Pattimura, Ambon, Maluku, Kamis (3/5/2023).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, AMBON - Wakil Menteri Hukum dan HAM RI Eddy Omar Hiariej menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak membatasi kebebasan masyarakat dalam berbicara.

Keterangan itu disampaikan oleh Eddy saat sosialisasi KUHP di Universitas Pattimura, Ambon, Maluku.

Kata dia, anggapan soal KUHP baru dapat membatasi publik untuk menyampaikan pendapat adalah asumsi yang salah.

"Bahwa tidak benar jika dikatakan bahwa KUHP nasional itu membungkam kebebasan berbicara. Tidak benar bahwa KUHP nasional itu mengekang kebebasan berekspresi, berpendapat, kebebasan mengeluarkan pikiran baik lisan maupun tulis, kebebasan berdemokrasi. Ini tidak benar," kata Eddy, Kamis (4/5/2023).

Sebaliknya kata dia, cara berpendapat dan berekspresi yang disampaikan oleh publik tersebut sejatinya sudah diatur dalam KUHP baru yang pengesahannya menuai kontroversi itu.

Sebab kata Eddy, kebebasan berbicara dan berekspresi itu sejatinya merupakan hak-hak masyarakat yang juga sudah diajukan saat judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Wamenkumham: KUHP Baru Sejajar dengan UU Pemasyarakatan dan Berorientasi pada Paradigma Hukum Modern

"Mengapa? Karena hak-hak itu diatur dalam KUHP, sudah merujuk kepada berbagai putusan MK ketika pasal-pasal dalam KUHP lama itu diajukan judicial review kepada MK," tutur dia.

Tak cukup di situ, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada tersebut menyebut bahwa KUHP saat ini sudah berorientasi pada hukum pidana modern.

Dimana maksudnya yakni tidak lagi mentikbrratkan pada keadilan retributif.

"Artinya menggunakan hukum pidana sebagai lex talionis atau sarana balas dendam. Tapi dia sudah berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif dan kesdilan rehabilitatif," tukas Eddy

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini