News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemiu 2024

Anwar Usman Soal Uji Materi Proporsional Terbuka: Cepat-Lambatnya Sidang Tidak Bergantung pada MK

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memimpin sidang lanjutan Uji Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka, Senin (15/5/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan Uji Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka, Senin (15/5/2023).

Sidang dengan materi perkara nomor 114/PUU-XX/2022 itu dipimpin Ketua MK Anwar Usman dan dihadiri 8 hakim anggota lainnya.

Anwar Usman mengatakan bahwa cepat atau lambatnya tahapan sidang terkait sistem pemilu ini tidak selalu disebabkan oleh MK.

Dia bilang bergulirnya persidangan uji materiil itu bergantung pada para pihak yang terlibat dalam perkara ini.

“Bahwa cepat lambatnya persidangan perkara ini tidak melulu bergantung kepada MK. Dan ini sudah pernah disampaikan pada persidangan sebelumnya. Jadi bergantung pada para pihak,” kata Anwar Usman.

Untuk hari ini saja, sambung dia, sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan ahli dari pihak terkait Derek Loupatty.

Terdapat tiga ahli yang dihadirkan pada sidang ini, yakni Dr Khairul Fahmi, Titi Anggraini. Adapun Dr Zainal Arifin Mochtar hadir melalui daring.

“Untuk hari ini saja ada tiga ahli, saya tidak tahu sampai jam berapa,” ucap Anwar.

Selanjutnya pun, lanjut dia, masih ada pihak terkait yang masih akan mengajukan ahli. Yakni Partai Garudan dan juga Partai Nasdem. 

“Jadi untuk itu mohon dimaklumi,” tuturnya.

Putusan MK soal Uji Materiil Proporsional Terbuka Ditunggu

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunggu putusan Mahkamah Konstitusi atau MK terkait uji materi Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai sistem proporsional daftar terbuka.

“Kita tunggu putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Komisioner KPU Idham Kholik saat dihubungi, Senin (1/5/2023).

Idham menambahkan bahwa lembaga negara, maka KPU harus mematuhi ketentuan yang sudah tertuang dalam Undang-Undang.

Hal ini sekaligus prinsip kepastian hukum yang dijalankan KPU sebagai lembaga negara. 

“Mari kita laksanakan prinsip berkepastian hukum dan kota tunggu putusan mahkamah konstitusi selama pasal 168 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 belum dinyatakan bertentangan dengan konstitusi atau belum dinyatakan tidak berlaku, maka pasal 168 ayat 2 UU nomor 7 tahun 2017 masih efektif berlaku,” tutur Idham.

“Ini menegaskan bahwa prinsip berkepastian hukum harus dikedepankan,” lanjut dia.

Sementara Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra enggan mengomentari lagi soal uji materi Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai sistem pemilu terbuka.

Terkait gugatan tersebut, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menyebut sebaiknya menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: KPU Bakal Terapkan Sistem Proporsional Terbuka Selama MK Belum Beri Putusan Uji Materi UU Pemilu

“Saya kira lebih baik kita tunggu aja keputusan MK apakah proporsional terbuka atau tertutup,” kata Yusril saat ditemui di Universitas Indonesia, Jumat (12/5/2023).

Menurutnya, apapun keputusan MK nantinya tidak akan berpengaruh terhadap partai politik (parpol).

Sebab mayoritas parpol yang pernah ikut pemilu telah menjajal sistem terbuka maupun tertutup, kecuali partai yang baru menjadi peserta pemilu.

“Saya kira kebanyakan partai kecuali partai yang baru ikut pemilu, itu sudah sama-sama penngalaman melaksanakan terbuka maupun tertutup. Hampir tidak masalah ya,” tuturnya.

Perjalanan Sidang Uji Materiil Sistem Proporsional Terbuka

Adapun materi perkara nomor 114/PUU-XX/2022 berkaitan dengan pengujian Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai sistem proporsional daftar terbuka masih bergulir di Mahkamah Konstitusi.

Sebelumnya diberitakan, bergulirnya isu sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2024 bermula dari langkah enam orang yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.

Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Dalam sidang yang digelar pada Kamis (26/1/2023) lalu, Pemerintah menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka merupakan mekanisme terbaik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia.

Hal ini disampaikan Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Bahtiar yang mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly sekaligus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Pleno Pengujian Materil Undang-Undang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi.

Sementara Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan pihaknya mendukung penerapan sistem proporsional tertutup.

“Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP lebih memilih sistem proporsional tertutup. Sikap ini berbeda dengan sikap 8 fraksi partai di DPR RI,” kata Arteria Dahlan di hadapan Hakim MK.

Sementara Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar, Supriansa membacakan pandangan 8 Fraksi partai politik di DPR RI, yang menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu.

“Kami menolak sistem proporsional tertutup. Sistem Proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi kita,” kata Supriansa di hadapan Hakim Konstitusi.

Supriansa menjelaskan sejumlah argumentasi lain, di antaranya bahwa sistem proporsional terbuka yang diterapkan sejak era reformasi ini sudah tepat dilakukan.

Sehingga ia berharap Mahkamah Konstitusi tetap mempertahankan sistem ini di Pemilu 2024 mendatang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini