TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) 25 warga negara Indonesia (WNI) ke Myanmar.
Dalam kasus ini polisi mengamankan 2 orang tersangka atas nama Andri dan Anita.
Keduanya diamankan di Bekasi, Jawa Barat. Peran kedua tersangka sebagai perekrut tenaga kerja di daerah.
Polisi juga mengungkap bahwa korban dieksploitasi dan bahkan mendapat kekerasan secara fisik.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengungkap kekerasan fisik yang dialami para korban TPPO diantaranya dijemur, dihukum squat jump, disuruh berlari, bahkan dipukul, dikurung hingga disetrum.
"Tindakan fisik itu berupa dijemur, dihukum fisik baik itu skotjump, lari dan sebagainya. Bahkan ada korban yang menerima pemukulan, disetrum dan dikurung," kata Djuhandani dalam konferensi pers, Selasa (16/5/2023).
Selain itu Djuhandani menyebut bahwa iming-iming janji yang diberikan pelaku saat merekrut para korbannya juga berkebalikan dengan apa yang didapat.
Saat merekrut para korban dijanjikan dengan tawaran ke negara Thailand dan dibantu dalam pengurusan paspor.
Para calon korban juga diwawancarai dengan menggunakan video conference.
Beberapa korban juga sempat ditampung di rumah dan apartemen milik pelaku.
Pelaku juga membekali korban tiket pulang pergi Jakarta-Bangkok dan diseberangkan ke Myanmar secara ilegal.
Perihal tawaran pekerjaan, para korban dijanjikan oleh pelaku bekerja sebagai marketing operator online dengan gaji Rp12-15 juta, serta ada komisi tambahan jika mencapai target, bekerja selama 12 jam sehari, dan 6 bulan sekali bisa cuti untuk kembali ke Indonesia.
Namun kenyataannya, korban dieksploitasi dengan diberikan kontrak kerja bahasa China.
Para korban dipekerjakan di perusahaan online scam milik warga negara China, ditempatkan di salah satu tempat tertutup yang dijaga orang bersenjata.
Baca juga: Terungkap Modus Pelaku TPPO Rekrut WNI Hingga Dikirim ke Myanmar, Imingi Korban Jadi Staf Pemasaran
Para korban pun bekerja tak sesuai apa yang dijanjikan pelaku, mereka dipaksa bekerja selama 16-18 jam sehari, dengan gaji yang tidak pernah diberikan.
Bahkan bila korban tak mencapai target kerja, korban dikenakan sanksi pemotongan gaji dan tindakan kekerasan fisik.
“Manakala para korban tidak mencapai target yang ditargetkan perusahaan, mereka akan diberikan sanksi berupa potongan gaji termasuk tindakan kekerasan fisik," ungkap Djuhandani.
Terhadap tersangka, keduanya dijerat pasal Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).