Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh reformasi 1998 sekaligus politikus PDIP Budiman Sudjatmiko ungkap alasan Megawati Soekarnoputri bisa kalah dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pilpres 2004.
Adapun hal itu disampaikan Budiman pada diskusi PARA Syndicate bertajuk Reformasi 25 Years: Continuity and Stability for Indonesia after The 2024 Election di Jakarta Selatan, Kamis (25/5/2023).
"Bu Mega muncul 2001 itukan untuk merespon distribusi 1998 sampai 2001. Tahun 2001 itukan tatanan orde baru diacak-acak," kata Budiman.
Menurut Budiman, Megawati ketika menjabat menjadi presiden membuat pelembagaan politik dan ekonomi.
"Bu Mega muncul dengan pelembagaan politik, KPK, KY, MK dan lainnya. Bu Mega memilih pelembagaan politik, ekonomi, sosial diakurkan lagi. Dan itu memang sudah harus. Konsekuensinya apa? Ketika 2004 nyalon dengan Pilpres langsung kalah," katanya.
Baca juga: AHY Bandingkan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Era Presiden SBY dengan Kondisi saat Ini
Dikatakan Budiman bahwa Megawati menjawab kebutuhan negara untuk melakukan pelembagaan politik demokrasi setelah 32 tahun pelembagaan politiknya otoriter.
"Yang namanya orang melakukan pelembagaan itu tidak populer. Orang melakukan institusional building itu pasti tidak populer. Saya ini lebih populer sebagai aktivis orde baru dibandingkan penggagas UU Desa," jelasnya.
Baca juga: Anies Baswedan Bandingkan Pembangunan Infrastruktur Jalan Era Jokowi vs SBY
Hal itu menurut Budiman merupakan hal yang sudah biasa. Merupakan harga yang harus dibayar orang yang mau melakukan pelembagaan politik atau sosial.
"Hingga akhirnya muncul SBY, produk rakyat yang belum kenyang makan kebebasan. Bu Mega datang dengan kebebasan harus diatur. Hingga akhirnya kalah Bu Mega. Pak SBY adalah produk dari rakyat yang masih belum lepas dahaga akan kebebasannya," tutupnya.