News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Febri Diansyah Sebut Ujian Terbesar KPK Soal Independesi dari Penyalahgunaan Kepentingan Politik

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Eks Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi 5 tahun menuai pro dan kontra. Apalagi, di tengah kinerja lembaga anti rasuah yang masih disorot.

Eks pegawai KPK sekaligus mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan lembaga anti rasuah masih memiliki pekerjaan rumah (PR) besar yakni, independensi.

Sebab, institusi tersebut kerap digunakkan untuk kepentingan politik.

"Bagi sebagian temen temen yang pernah di KPK, ujian terpenting bagi KPK dan bagi penegakan hukum lain saat ini adalah tetap independen dan imparsial dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis. Itu ujian yang paling penting sebenarnya saat ini," kata Febri di Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Febri mengaku dirinya tidak mengetahui apakah ada korelasi masalah kinerja KPK yang kini disorot dengan perpanjangan masa jabatan pimpinannya menjadi 5 tahun yang diketok MK.

Hal yang pasti, kata Febri, dia tidak mau lembaga penegak hukum seperti KPK justru dimanfaatkan kepentingan politik oleh oknum tertentu. Apalagi, Indonesia bakal menghadapi Pemilu 2024.

Baca juga: MK Batalkan Masa Jabatan Pimpinan KPK 4 Tahun, Nurul Ghufron: Ini Kemenangan

"Apakah itu berkolerasi dengan masa jabatan bisa iya bisa tidak. Tapi ujian yang paling penting jangan sampai kewenangan yang ada di lembaga penegak hukum itu kemudian dimanfaatkan untuk bergain politik, dimanfaatkan dalam situasi politik yang pasti akan panas ya," jelasnya.

Dijelaskan Febri, jika ada kasus tindak pidana korupsi, maka seharusnya semuanya diproses tanpa pandang bulu. Dia bilang, hukum tidak boleh hanya melihat kekuatan politik tertentu saja.

"Semua punya akses, semua punya kemampuan tertentu. Tapi jangan sampai institusi penegak hukum itu digunakan. Kalau memang ada kasus tindak pidana korupsi ya diproses semuanya seharusnya tanpa melihat dari kekuatan politik mana," tukasnya

Diberitakan sebelumnya, periode kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi lima tahun. Putusan ini dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022 pada Kamis (25/5/2023).

Diubahnya periode kepemimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun guna menguatkan kedudukan pimpinan KPK.

"Oleh karena itu, guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen yaitu selama 5 tahun," kata hakim MK Arief Hidayat dalam sidang.

Sebelumnya, MK enerima gugatan uji materi tentang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) yang diajukan oleh pemohon Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Gugatan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterima MK. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.

Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.

"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.

Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.

"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".

Selain itu dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini