Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkara rasuah menara base transceiver station (BTS) terus bergulir di Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung diminta untuk fokus pada dugaan pelanggaran kontrak yang terjadi dalam proyek BTS ini.
Alasannya, sudah ada anggaran Rp 10 triliun yang digelontorkan untuk pembangunan tahap pertama untuk periode 2020 hingga 2021.
Pembangunan tahap pertama itu semestinya dipertanggung jawabkan pada Desember 2021.
"Akan tetapi sampai batas waktu yang ditentukan, belum ada menara yang dibangun oleh pelaksana proyek. Malah pelaksana proyek meminta perpanjangan waktu karena alasan pandemi Covid-19," ujar Koordinator Forum Mahasiswa Anti Korupsi, Dydan Afridzal saat melayangkan tuntutan di depan Kompleks Kejaksaan Agung, Kamis (25/5/2023).
Tak rampungnya pembangunan itu dipandang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebab Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Kemudian terkait dengan pembangunan yang molor dan tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kontrak atau wanprestasi sebagaimana tercantum dalam KUHPerdata.
Baca juga: 4 Fakta tentang Tersangka Baru Kasus Korupsi BTS 4G, Dijemput di Bandara
Wanprestasi pun dapat masuk ke ranah hukum pidana penipuan, yakni jika perjanjian tersebut didasari dengan itikad buruk atau tidak baik.
"Dalam hal ini, salah satu indikasi adanya itikad buruk yang mungkin dilakukan oleh kontraktor adalah tidak adanya sama sekali progres pembangunan sesuai dengan yang diperjanjikan," katanya.
Pun setelah diberi perpanjangan waktu, pelaksanaan tahap pertama proyek BTS itu tetap bermasalah.
Baca juga: Mahfud MD Minta Irjen Kominfo Kejar Uang 8,2 Triliun yang Menguap di Proyek BTS 4G
"Pada Maret 2022 pengelola proyek melaporkan dan mengaku telah mendirikan 1.100 dari target 4.200 menara BTS. Namun nyatanya hanya ada 958 menara BTS yang ditemukan," katanya.
7 Tersangka Korupsi BTS Kominfo