Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyatakan, dirinya bakal berkomunikasi dengan para pimpinan Komisi III DPR RI lainnya untuk memanggil Mahkamah Konstitusi (MK).
Rencana pemanggilan terhadap MK itu dilakukan untuk mengkomunikasikan lebih lanjut terkait putusan MK perihal masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebab, Sahroni mengaku bingung dengan MK memutuskan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK itu.
Karena itu, MK dinilai perlu menjelaskannya kepada publik.
"Kita mau panggil MK terkait ini agar publik tidak bertanya-tanya hal keputusan dari MK. Saya akan minta kepada pimpinan yang lain untuk memanggil MK. Karena kami kalau memanggil mitra kerja Komisi III harus kolektif kolegial," kata Sahroni saat dimintai tanggapannya, Kamis (25/5/2023).
Akan tetapi, saat ditanyakan terkait kapan pemanggilan itu, Sahroni menyebut dirinya belum dapat memastikan.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Sepakat Batas Usia Minimal Hakim MK 60 Tahun
Lebih lanjut, Sahroni menyinggung MK yang dinilai inspiratif karena memutuskan masa jabatan pimpinan suatu lembaga.
"Karena MK sangat inspiratif, maka kita mencoba juga perpanjangan DPR 5 tahun lagi ke depan, rasanya boleh dipertimbangkan," ucap dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam responsnya, Sahroni mengaku bingung kenapa MK yang memutuskan perpanjangan masa jabatan suatu lembaga.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi III DPR Bingung MK Putuskan Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK Menjadi 5 Tahun
Pasalnya kata dia, yang membentuk Undang-Undang tersebut yakni DPR RI.
"Saya bingung, yang buat UU kan DPR. Kenapa jadi MK yang mutusin perpanjangan suatu jabatan lembaga. Saya bener-bener bingung," ucap Sahroni saat dimintai tanggapannya, Kamis (25/5/2023).
Meski demikian, politisi dari Partai NasDem itu enggan berbicara lebih jauh perihal putusan tersebut.
Baca juga: MK Putuskan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi Lima Tahun
Dia mengaku hanya bingung dengan MK memutuskan pertambahan masa jabatan pimpinan KPK itu.
"Berlaku surut apa tidak, saya juga belum dapat kepastian. Saya bener bingung bin ajaib dan nyata," ucap dia.
Putusan MK
Periode kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi lima tahun. Putusan ini dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022 pada Kamis (25/5/2023).
Diubahnya periode kepemimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun guna menguatkan kedudukan pimpinan KPK.
"Oleh karena itu, guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen yaitu selama 5 tahun," kata hakim MK Arief Hidayat dalam sidang.
Sebelumnya, MK menerima gugatan uji materi tentang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) yang diajukan oleh pemohon Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Gugatan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterima MK. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.
Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.
"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.
Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.
"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".
Selain itu dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".