"Karenanya, Jokowi dengan bahasa yang secara eksplisit menyampaikan bahwa di Pilpres, yang bertanding itu jogetnya boleh berbeda tapi gerakaannya harus sama-sama ke depan," katanya.
Adi pun menjelaskan, Presiden Jokowi merupakan pemimpin yang menterjemahkan kritikan publik menjadi kenyataan.
"Jokowi itu adalah tipikal pemimpin yang langsung menterjemahkan bully-an dan kritikan publik menjadi kenyataan."
"Dari dulu, Jokowi disebut sebagai orang yang terlampau sibuk memberikan endorsement dan dukungan politik kepada calon tertentu, misalnya Ganjar ataupun Prabowo Subianto," katanya.
Dikatakan Adi, kritikan tersebut diterjemahkan oleh Presiden Jokowi bahwa di Pilpres 2024 nanti akan ada cawe-cawe.
"Kritik itu yang sebenarnya langsung diterjemahkan oleh Jokowi bahwa di Pilpres Jokowi itu akan cawe-cawe," ujar Adi.
Cawe-cawe Presiden Jokowi Timbulkan Pro dan Kontra
Pernyataan Presiden Jokowi soal dirinya yang akan cawe-cawe dalam urusan Pilpres 2024 demi kepentingan bangsa dan negara tersebut menuai pro dan kontra.
Hal tersebut kemudian menuai kritik tajam juga dari beberapa pengamat politik, meskipun dari pihak istana sudah memberikan klarifikasi maksud dari Presiden Jokowi itu.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman berpendapat, sebagai seorang pemimpin negara, tidak sepatutnya Presiden Jokowi ikut campur dalam urusan politik.
"Loh, presiden itu kan kepala negara, bukan ketua umum partai juga. Kepala negara menurut kami sih harus netral ya, tidak boleh cawe-cawe," kata Benny di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023), dikutip dari Kompas.com.
Apabila kepala negara ikut cawe-cawe, maka terbuka peluang pemimpin lembaga negara lainnya juga turut mencampuri urusan Pemilu. Padahal, hal tersebut tak semestinya terjadi.
Kemudian, presiden juga sangat mungkin menggunakan aparatur negara untuk mewujudkan kepentingannya jika ikut campur dalam urusan Pemilu. Oleh karenanya, Benny berharap presiden lebih bersikap bijak.
"(Sebaliknya) dia (Jokowi) harus menjaga iklim demokrasi, menjaga iklim persaingan sehat dalam politik sebab dia adalah Kepala Negara, dia bukan kepala petugas partai," tutur anggota Komisi III DPR RI tersebut.