Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan satu dari dua tantangan keamanan maritim di Indonesia adalah irregular movement of people yang memanfaatkan perairan Indonesia khususnya influx gelombang pengungsi Rohingya dari Cox’s Bazar yang masuk ke Indonesia melalui jalur laut pada tahun 2022 sampai 2023.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Aan Kurnia mengatakan isu tersebut tetap menjadi perhatian pihaknya.
Untuk itu, ia berkoordinasi dengan komandan Coast Guard negara-negara tetangga untuk mencari solusi.
"Masalah isu Rohingya dan lain sebagainya tetap ini juga menjadi perhatian kita. Kita juga tetap pantau ini. Dan kita juga koordinasi dengan APMM dengan yang lain untuk bisa mengatasi ini semua," kata Aan saat konferensi pers ASEAN Coast Guard Forum di Hotel Borobudur Jakarta pada Rabu (7/6/2023).
"Tapi ini dari sisi kemanusiaan, kalau memang dia sudah dekat pantai atau kapalnya rusak atau mau ini, ya tentunya ini punya kewajiban kita untuk menolong," sambung dia.
Diberitakan sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD berbicara mengenai tantangan keamanan maritim baik di lingkup domestik maupun kawasan dalam Sesi Pembahasan Maritime Security pada pertemuan the 9th Australia-Indonesia Ministerial Council Meeting (MCM) di Melbourne, Australia.
Ia mengatakan Indonesia menaruh perhatian terhadap dua isu utama yang menjadi tantangan keamanan maritim secara domestik dan kawasan.
Baca juga: Kapal Patroli Bakamla RI dan KKP Evakuasi 12 ABK dari 2 Kapal Layar Motor di Laut Timor
Pertama, kata dia, adalah irregular movement of people yang memanfaatkan perairan Indonesia khususnya influx gelombang pengungsi Rohingya dari Cox’s Bazar yang masuk ke Indonesia melalui jalur laut pada tahun 2022 sampai 2023.
Berdasarkan pembahasan pada pertemuan Bali Process Ministerial Conference ke-8 di Adelaide Australia pada Februari yang lalu, kata dia, influx tersebut merupakan bentuk secondary movement dengan indikasi human trafficking.
Isu kedua, lanjut dia, adalah Irregular, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing).
Aktivitas IUU Fishing, kata Mahfud, mengancam keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan serta mengurangi penghasilan nelayan pesisir yang mata pencahariannya sangat bergantung kepada kekayaan laut.
IUU Fishing, kata dia, sangat erat berkaitan dan banyak dikontrol oleh sindikat organisasi kejahatan lintas negara atau transnasional.
Untuk itu, ia mengajak pemerintah Australia meningkatkan komitmen kerja sama terkait keamanan maritim.