TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dampak perubahan iklim kian mengancam.
Pemerintah pun diminta melakukan langkah kongkret bersama komunitas internasional dalam mengurangi berbagai ancaman bencana alam akibat climate change.
“Kami menilai pemerintah belum melakukan aksi luar biasa untuk bersama komunitas internasional dalam mengurangi berbagai ancaman bencana karena perubahan iklim. Padahal dampak perubahan iklim ini begitu nyata,” ujar Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKB Ratna Juwita Sari dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Industri Hijau, Kelabukan Iklim? di ruang Fraksi PKB DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (6/6/2023).
Hadir sebagai narasumber FGD ini Akademisi Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa, Sesdirjen ILMATE Kementerian Perindustrian Yan Sibarang Tandiele, dan EV Bussiness Devolopment Specialist Pertamina Power Indonesia Adriel Simorangkir. Selain itu hadir juga, Senior Bussines Advisor CEO at Moores Rowland Indonesia James Kallman dan Direktur Eksekutif Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listri Anugraha Dezmercoledi.
Ratna menjelaskan saat ini dampak perubahan iklim telah memicu banyak bencana alam. Baik berupa bencana hidrometerologi, peningkatan suhu udara, hingga kekeringan dalam jangka panjang. Saat ini pun iklim sulit ditebak sehingga menganggu masa tanam para petani maupun waktu melaut para nelayan.
“Peningkatan suhu udara hingga 0,95 derajat dalam waktu lima tahun terakhir dan diprediksi akan meningkat hingga 1,5 derajat dalam waktu dekat juga akan memberikan dampak luar biasa jika tidak diantisipasi dengan baik,” katanya.
Dia menilai saat ini dibutuhkan langkah-langkah luar biasa agar pembangunan global selaras dengan kelestarian lingkungan. Menurutnya saat ini demokrasi yang dikembangkan di banyak negara masih berkutat pada kepentingan-kepentingan jangka pendek.
Padahal harusnya demokrasi yang ada sudah berorientasi pada keberlanjutan seiring kian tingginya ancaman kerusakan pada bumi.
“Sebagai green party, PKB mendorong jika demokrasi saat ini harus berparadigma bio-demokrasi yang menggunakan semua resources negara untuk melestarikan alam. Dalam praktiknya semua pembangunan harus berorientasi pada isu kesinambungan atau industri hijau,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Ratna juga menyoroti kebijakan pemerintah yang mengalokasikan anggaran besar bagi subsidi pembelian kendaraan motor listrik berbasis baterai.
Kebijakan ini memicu banyak pertanyaan publik terkait efektivitasnya dalam menurunkan emisi hingga ketepatan sasaran penerima subsidi.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim pada Kesehatan Menstruasi di India
“Apakah tidak lebih baik anggaran besar itu dialokasikan untuk menata hulunya dulu yaitu transformasi Power Plan di Indonesia yg masih berbasis fosil fuel atau juga meng upgrade transportasi publik di berbagai kota besar di Indonesia, sehingga menurunkan probabilitas penggunaan kendaraan pribadi sehingga mengurangi polusi dan kemacetan,” pungkasnya.