Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa dibukanya kembali ekspor pasir laut untuk mengatasi masalah penumpukan sedimentasi yang mengakibatkan pendangkalan laut.
Ia memastikan pasir laut yang yang dikeruk dan diekspor tersebut merupakan sedimentasi.
"Karena problem sedimentasi ini hampir di semua arah sungai kita dimana saja itu terjadi dan itu harus diambil," kata Pramono di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma,Jakarta, Rabu, (7/6/2023).
Menurut Pramono dibukanya keran ekspor pasir laut karena hasil pengerukan sedimentasi tidak bisa didiamkan begitu saja karena akan menimbulkan permasalahan baru.
Dibukanya keran ekspor pasir laut tersebut menurutnya telah melalui kajian sejumlah kementerian dan lembaga.
"Jadi intinya adalah untuk menangani sedimentasi yang ada di muara sungai yang ke laut kan hampir di semua daerah. Karena kalau hanya diambil oleh pemerintah kemudian ditaruh di situ aja ini menjadi permasalahan yang dari hari ke hari makin rumit," katanya.
Baca juga: Greenpeace Tolak Gabung Tim Kajian Ekspor Pasir Laut, Trenggono: Kalau Dia Pintar, Tak Bakal Menolak
Lagi pula kata Pramono pengerukan sedimentasi tersebut tidak berlaku di semua wilayah. Hanya wilayah wilayah tertentu saja yang boleh dilakukan pengerukan dan ekspor pasir laut. Nantinya kata dia akan ada aturan turunan mengenai daerah mana saja yang boleh dilakukan pengerukan sedimentasi.
"Jadi nanti akan dibuat peraturan menteri KKP dan menteri ESDM yang mengatur mengenai hal itu. Jadi bukan semuanya diperbolehkan," pungkasnya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ekspor pasir laut. Sehingga dengan dibukanya kembali ekspor pasir laut tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
"Ya diawasi nanti," kata Arifin di Istana Kepresidenan,Jakarta, Rabu, (31/5/2023).
Ia mengatakan dibukanya kembali ekspor pasir laut untuk mengeruk sedimen yang menyebabkan pendangkalan laut. Ia mengatakan dengan dibukanya ekspor maka akan ada nilai ekonomi dari pengerukan sedimen karena hasilnya bisa dijual ke luar negeri.
"Sekarang begini, kalau mengendap jadi apa? Sedimen aja dan membahayakan alur pelayaran. Kan dikeruk ada ongkosnya, Ada nilainya dong. Maka ada yang mau ngga? Supply demand pasti ada," katanya.
Ia mengatakan bahwa sejumlah negara pasti berminat terhadap pasir laut dari Indonesia. Salah satunya Singapura. Hanya saja kata dia, sebelum di ekspor, kebutuhan dalam negeri akan pasir laut harus dipenuhi terlebih dahulu.
"Ya itu nanti kita lihat di sekitar sekitar, kalau memang ada kebutuhan di sekitar wilayah tersebut (dalam negeri) maka harus dipenuhi terlebih dulu," katanya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Peraturan yang dikeluarkan pada 15 Mei 2023 tersebut salah satunya memperbolehkan ekspor pasir laut ke luar negeri.
Pada 2003 silam, pemerintah sempat melarang total ekspor pasir laut melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Pelarangan ekspor tersebut bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan.