Belum lagi, kata dia, konstelasi koalisi besar saat ini juga jauh dari harapan.
"Tapi hampir nggak ada sikap kritis parlemen di periode terakhir ini. Dan apa yang bisa kita harapkan dengan kondisi seperti itu ya. Isunya tidak menarik, insentif seperti tidak ada, insentif dalam arti insentif politik, kalau kita debat ini, kita majukan ini, kita tentang pemerintah kita dapat," kata Partogi.
"Kalau bisa dibilang oposisi, oposisi kecil dari Demokrat atau PKS, ya belakangan hari ini ya hampir nggak ada ya," sambung dia.
Untuk memperkuat kontrol demokrasi sipil oleh parlemen, ia menyarankan koalisi masyarakat sipil.
Menurutnya, koalisi masyarakat sipil perlu proaktif mengawal hal tersebut.
"Di luar itu butuh inisiatif, kegiatan pro aktif dari teman-teman dari koalisi masyarakat sipil, apa semangat mereka masih sama dengan dulu. Sekarang mungkin agak menurun karena kondisi dunia kita tahu resesi, perang, sehingga negara-negara maju kurang memberi perhatian dia anggap Indonesia sudah selesai," kata Partogi.
"Ini salah. Keliru, bahwa Indonesia sudah selesai dengan reformasi sektor keamanan. Dia sudah akan memiliki konsolidasi. Konsolidasi yang mana? Itu yang saya tanya. Justru dengan direvisi ini, dia mengalami kemunduran yang hebat. Jangan-jangan nanti ya, kalau dia sudah masuk ranah politik ya sudah sama dengan semuanya secara total," sambung dia.
Partogi juga menyoroti sejumlah usulan perubahan pasal dalam materi presentasi Babinkum TNI yang beredar beberapa waktu lalu.
Sejumlah usulan pasal tersebut di antaranya adalah terkait kebujakan anggaran, penempatan perwira aktif di kementerian/lembaga sipil di luar yang sudah ditetapkan UU TNI saat ini, dan perluasan kewenangan penegakan hukum.
"Kalau dilihat draf yang mau direvisi, lebih dari satu itu, banyak. Dan kelihatan dari situ yang digugat itu sebetulnya supremasi sipil," kata dia.