TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi mengenai info yang didapat Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana.
Sebelumnya, Denny Indrayana mengaku mendapat info bahwa Anies Baswedan akan segera ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara Formula E.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan kasus Formula E saat ini masih tahap penyelidikan.
Lebih jauh, KPK enggan menanggapi pernyataan Denny Indrayana secara spesifik.
Sebab, komisi antikorupsi menilai apa yang disampaikan Denny Indrayana hanyalah asumsi semata.
"Sejauh ini, yang kami ketahui masih pada tahap penyelidikan. "
"Kami tak akan tanggapi pernyataan yang berbasis asumsi dan persepsi," kata Ali, Rabu (21/6/2023).
Kendati demikian, KPK tetap menghargai Denny Indrayana.
Apa yang disampaikan Denny disebut sebagai hak kebebasan berpendapat.
Ali menambahkan, KPK tetap bekerja sesuai koridor hukum, tidak terpengaruh oleh intervensi politik manapun.
"Kami penegak hukum, tetap bekerja tegak lurus dan tak terpengaruh pernyataan dan intervensi politis dari pihak yang terlibat dalam pertarungan politik di luar KPK," kata Ali.
Sebelumnya, mantan Wamenkumham sekaligus pakar hukum tata negara Denny Indrayana kembali membuat heboh.
Dalam keterangan yang diterima, Rabu (21/6/2023), Denny menyebut Anies Baswedan segera jadi tersangka korupsi di KPK.
"Kabar itu sudah menjadi informasi yang beredar di banyak kesempatan. Bukan hanya saya, banyak yang sudah menyatakannya. Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, misalnya, dalam beberapa podcast sudah menyatakan, pentersangkaan adalah salah satu skenario pamungkas Istana untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024," katanya.
Disebut Denny, setelah KPK 19 kali ekspose--ini pemecah rekor--seorang anggota DPR menyampaikan kepada dirinya bahwa Anies Baswedan segera jadi tersangka
"Semua komisioner sudah sepakat. Makin terbaca, kenapa masa jabatan para pimpinan KPK diperpanjang MK satu tahun. Untuk menyelesaikan tugas memukul lawan-oposisi, dan merangkul kawan-koalisi, sesuai pesanan kuasa status quo."
Denny mengaku tidak terkejut mendengar informasi ini.
Ia menyatakan, pernah menulis," “Bagaimana Jokowi Mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies, di mana dalam tulisan itu ia menyebut Jokowi menggunakan 9 strategi 10 sempurna, yaitu:
1. Pertama, di tahap awal, Presiden Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda pemilu, sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden.
2. Kedua, masih di tahap awal, segaris dengan strategi penundaan pemilu, sempat muncul ide untuk mengubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari dua periode.
3. Ketiga, menguasai dan menggunakan KPK untuk merangkul kawan dan memukul lawan politik.
4. Keempat, menggunakan dan memanfaatkan kasus hukum sebagai political bargaining yang memaksa arah parpol dalam pembentukan koalisi pilpres.
5. Kelima, jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia beresiko dicopot dari posisinya.
6. Keenam, menyiapkan komposisi hakim Mahkamah Konstitusi untuk antisipasi dan memenangkan sengketa hasil Pilpres 2024.
7. Ketujuh adalah tidak cukup hanya mendukung pencapresan Ganjar Pranowo, Jokowi juga memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto.
8. Kedelapan Jokowi adalah membuka opsi mentersangkakan Anies Baswedan di KPK. Ini sudah menjadi rahasia umum, terkait dugaan korupsi Formula E.
9. Kesembilan adalah mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
10. Kesepuluh yang menyempurnakan adalah dengan berbohong kepada publik. Presiden Jokowi berulang kali mengatakan urusan capres adalah kerja para Ketum Parpol, bukan urusan Presiden. Belakangan, baru Beliau akui akan cawe-cawe dalam Pilpres 2024.
"Satu-persatu, tulisan saya di 24 April 2023 itu mulai terbukti. Saya berharap, Presiden JokowI menghentikan cawe-cawenya, termasuk mentersangkakan dan menjegal Anies. Kalau masih diterusteruskan, menjadi pertanyaan apa maksud dan tujuannya?" katanya.
"Salah satu hipotesis yang tidak terhindar terlintas di kepala saya adalah, Presiden Jokowi justru mengundang ketidakpastian dan kegaduhan, yang ujungnya menunda pemilu, dan memperpanjang masa jabatannya sendiri. Semoga hipotesis saya keliru," ujar dia.(Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)