TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengutip surah Al-Alaq untuk menanggapi eksepsi Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
"Bahwa sebagai makhluk yang sempurna dikarenakan manusia diberi akal, pikiran, serta hati, tentunya kita bisa membaca dan mempelajari sesuatu hal yang baru," kata jaksa KPK dalam surat tanggapan JPU atas eksepsi Lukas Enembe, sebagaimana dilihat Tribunnews.com, Kamis (22/6/2023).
Adapun pembacaan tanggapan jaksa KPK atas eksepsi Lukas Enembe dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini.
"Allah SWT pun telah berfirman dalam surat yang pertama kali turun yaitu Surat Al-Alaq ayat 1 s/d 5, dimana ayat 1-nya jelas menyebutkan 'iqra' yang artinya bacalah. Sehingga kita sebagai manusia yang diberikan akal, sudah seharusnya memperbanyak membaca literasi. Membaca disini tidak hanya dalam artian menuntut ilmu, namun juga harus dilandasi dengan iman dan taqwa, sehingga hati dan pikiran terbuka serta tidak serampangan dalam mengambil kesimpulan," tambah jaksa.
Tanggapan jaksa yang memakai surah Al-Alaq itu untuk menanggapi ihwal dakwaan JPU yang disebut tak jelas, kabur, mengada-ada, hingga abstrak oleh penasihat hukum Lukas Enembe.
Menurut jaksa, dalih/keberatan pada poin itu timbul karena ketidakcermatan penasihat hukum Lukas memahami keterangan saksi-saksi dalam berkas perkara Nomor: BP/35/DIK.02.00/23/05/2023 tanggal 05 Mei 2023, sehingga salah dalam merusmuskan peristiwa pidana dan mengambil kesimpulan.
Dalam menyusun surat dakwaan, kata jaksa, dibutuhkan penuntut umum yang tidak hanya cerdas akal namun bersih hatinya, sehingga mudah dalam memahami keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat, serta petunjuk dalam berkas perkara tersebut.
"Sehingga dakwaan tersebut bukan seperti sebuah sulap yang tiba-tiba muncul, namun surat dakwaan ini ibarat seperti menyajikan sebuah hidangan spesial yang berasal dari bahan-bahan berkualitas, diolah oleh orang yang tepat, diberi bumbu yang pas, kemudian dimasak dan disajikan oleh koki yang handal pula," ujar jaksa.
Sebagaimana diketahui, jaksa KPK mendakwa Lukas Enembe menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46,8 miliar.
Diduga uang tersebut diterima sebagai hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dua periode, tahun 2013-2023.
Dalam dakwaan pertama, ia didakwa menerima suap Rp45 miliar.
Uang miliaran tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur dan dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CW Walaibu.
Rinciannya, Rp10.413.929.500 dari Piton Enumbi dan Rp35.429.555.850 dari Rijatono Lakka.
Suap diterima Enembe bersama-sama Mikael Kambuaya selaku Kepala PU Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018-2021.
Tujuannya agar mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.
Baca juga: Ditanya Hakim soal Penanganan Kesehatan dari KPK, Lukas Enembe Jawab Tidak Maksimal
Dalam dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi Rp1 miliar.
Gratifikasi ini diduga berhubungan dengan jabatan Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode Tahun 2013-2018.
Uang itu diterima Enembe pada 12 April 2013 melalui transfer dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua. Uang diterima melalui Imelda Sun.