"Hal ini telah membuktikan adanya dinasti dalam tubuh parpol," tutur kedua penggugat.
Baca juga: Lantik Anggota KPUD, Ketua KPU RI Ingatkan Soal Ritme Cepat Pelaksanaan Pemilu 2024
Berkaca dari hal ini, Eliadi dan Salim menilai adanya ketidaksesuaian parpol yang didefinisikan sebagai pilar demokrasi tetapi dalam kepengurusannya tidak mempraktikkannya.
"Menjadi paradoks bilamana status parpol sebagai tonggak, pilar dan penggerak demokrasi, namun tidak melaksanakan nilai dan prinsip dari demokrasi itu sendiri," jelas mereka.
Di sisi lain, kedua penggugat turut menyatakan adanya perintah UU Parpol khususnya pasal 31 yang meminta agar parpol memberikan pendidikan politik bagi masyarakat seperti demokrasi.
Namun, menurut mereka, pasal tersebut tidak dipraktikkan di tubuh parpol.
"Namun yang menjadi persoalan adalah manakala pendidikan yang diberikan kepada masyarakat justru bertolak belakang dengan sistem demokrasi dalam tubuh partai itu sendiri," tegas mereka.
Beberapa penjabaran yang disampaikan kedua penggugat membuat mereka mendesak agar MK segera membatasi dengan tegas terkait masa jabatan ketua umum parpol.
"(Pembatasan) akan menghilangkan kekuasaan bagi pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melanggengkan kekuasaan," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)