Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar komunikasi politik Antonius Benny Susetyo menuturkan, nilai-nilai luhur Pancasila harus dijadikan dalam pengaplikasian setiap kebajikan guna kemajuan bangsa dan negara.
Pancasila, kata Benny bukan hanya sekadar hiasan belaka, melainkan harus dijadikan roh dalam tindak tanduk setiap orang.
"Kalau pemimpin memiliki roh Pancasila, dia akan mencintai rakyat dan memperhatikan kebijakan-kebijakan untuk rakyatnya", kata Benny, Selasa (27/6/2023).
Menurut Benny, yang juga seorang budayawan itu menyampaikan, selain harus berjiwa Pancasila, seorang pemimpin juga harus memiliki jiwa kerahiman agar bertindak welas asih, berkata dengan bijak, dan menjaga roh kesatuan bangsa.
Dia memambahkan, tantangan ke depan seorang pemimpin haruslah memiliki jiwa pelayan, mengacu pada nilai Pancasila yang membutuhkan pemimpin berjiwa kerahiman, berjiwa terbuka, dan pemimpin yang mau belajar dan selalu rendah hati.
Baca juga: Sambut Hari Lahir Pancasila, Kepala BPIP Resmikan Pembukaan Pancasila Virtual Expo 2023
"Kerahiman itu pula yang menuntun jiwa seorang yang kredibel dalam kasih dan yang bisa menunjukkan kasihnya kepada mereka yang miskin, tersisih, dan lemah," ucapnya.
Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute itu juga mengatakan, orientasi pemimpin berjiwa kerahiman itu meskipun tidak sempurna atau mendekati sempurna, yang terutama ialah pemimpin yang dekat dengan rakyatnya dan memiliki belas kasih serta yang terpenting juga adalah dia yang mau merangkul lawan politiknya dan membangun kebersamaan.
Harapan Butet untuk Pemimpin Bangsa
Benny juga menanggapi pantun seorang Budayaawan bermana Butet Kertaredjasa yang turut hadir dalam puncak perayaan Bulan Bung Karno di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta pada Sabtu (24/6/2023).
"Catatan butet ini mungkin menarik untuk kita kaji secara mendasar, karena apa yang dikatakan Butet Kertaredjasa adalah dia menginginkan dalam demokrasi kepemimpinan ke depan itu jangan cari pemimpin yang transaksional, jangan cari pemimpin yang ada beban masa lalu, tapi carilah prmimpin yang berani untuk bekerja bersama rakyat," paparnya.
Baca juga: Megawati Geram Terhadap Orang yang Tak Mengakui Hari Lahir Pancasila: Jangan Hidup di Indonesia
Bagi Benny, pantun itu menunjukan bagaimana Butet membaca realitas politik terhadap apa yang akan dipilih oleh Jokowi.
"Butet meyakini, bahwa jagoannya yang berambut putih secara simbolik akan di endorse oleh Presiden Jokowi. Meskipun secara simbolik, Pak Jokowi tidak secara benderang meng-endorse salah satu calon siapa presiden itu", ujarnya.
Benny menilik, dalam bahasa gestur atau bahasa mimik, serta bahasa komunikasi bahwa Jokowi tidak bisa melepaskan diri dari ikatan partai yang membesarkannya.
Menurut dia, Jokowi akan memilih pemimpin yang punya integritas baik seperti dalam pantun Butet.
"Meskipun katanya bersayap, berjuang bersama-sama memenangkan Pak Ganjar Pranowo dan PDIP, sebenarnya secara simbolik Pak Jokowi ke depannya memang akan memilih alternatif apa yang dikatakan oleh Butet, bukan pemimpin yang transaksional, tetapi juga pemimpin yang punya integritas dan tidak ada masalah di masa lalunya," terang dia.
Menurut Benny, pertarungan ruang publik antara panggung belakang dan panggung depan perpolitikan saat ini adalah pertarungan perebutan wacana simbol. Simbol dikatakan sangat penting dalam mempengaruhi keputusan politik yang akan diambil.
"Misalnya simbol pertemuan para partai-partai yang hari ini hadir bersama memperingati ulang tahun PDIP, itu mengisyaratkan memang akan ada kejutan-kejutan di dalam politik, karena dalam politik yang seperti sekarang ini, tidak ada kekuatan politik yang dominan", ujarnya.
Masing-masing partai politik dikatakan Benny, selalu merebut simbol-simbol tersebut. Karena simbol-simbol itu akan menentukan kedepannya dalam hal siapa yang akan mendapatkan kemenangan.
Namun Benny juga menerangkan, kualitas politik Indonesia saat ini tidak bisa dominasi satu partai, tetapi membutuhkan kerjasama antar partai untuk sharing kekuasaan.
"Sharing kekuasaan itulah yang sebenarnya saat ini terjadi, sehingga dalam berbulan-bulan ini akan ada perebutan simbol-simbol, dan yang direbutkan adalah simbolnya Pak Jokowi. Karena pak Jokowi dianggap punya relasi kuasa dan dominasi yang kuat untuk menentukan pemimpin kedepan yang didukung oleh Pak Jokowi, kontesi kemenangan itu akan terjadi," pungkasnya.