TRIBUNNEWS.COM - Berikut cara mencari naskah khutbah Idul Adha 2023 melalui Aplikasi Pusaka dari Kementerian Agama (Kemenag).
Pemerintah telah menetapkan Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah jatuh pada Kamis, 29 Juni 2023.
Jelang pelaksanaan sholat Ied, Khotib dapat mempersiapkan naskah khutbah Idul Adha 2023 yang bisa didapat melalui Aplikasi Pusaka Kemenag.
Bimbingan Jenderal Masyarakat Islam (Bimas) Kemenag telah menyediakan kumpulan naskah khutbah Idul Adha 2023 di Aplikasi Pusaka.
Untuk mencari naskah khutbah Idul Adha 2023 dari Bimas Kemenag tersebut, pengguna harus tersambung dengan koneksi internet untuk mengunduh Aplikasi Pusaka.
Simak cara mencari naskah khutbah Idul Adha 2023 melalui Aplikasi Pusaka, berdasarkan penelusuran Tribunnews, berikut ini.
Baca juga: Sapi Kurban Jenis Limosin Milik Presiden Joko Widodo di Masjid Raya Sheikh Zayed Harus Sering Mandi
Cara Cari Naskah Khutbah Idul Adha 2023 di Aplikasi Pusaka Kemenag
1. Unduh atau download Aplikasi Pusaka Kemenag di Google Play atau App Store.
2. Pasang atau install aplikasi di perangkat.
3. Buka aplikasi Pusaka.
4. Klik menu "Islam" pada halaman depan.
5. Pada menu Informasi, geser atau swipe layar, dan klik "Khutbah"
6. Pilih Naskah Khutbah Idul Adha sesuai tema yang akan disampaikan.
Mengutip Kemenag, naskah-naskah tersebut diterbitkan secara berkala dengan memperhatikan kaidah yang sudah disepakati.
Penulis naskah khutbah juga telah terseleksi dan melibatkan ulama-ulama nasional.
Sebelum diterbitkan, seluruh khotbah telah melalui proses reviu untuk dinilai kesesuaian bahasa dan tema.
Hingga naskah khutbah dapat tersaji melalui aplikasi Pusaka Kemenag.
Baca juga: Bacaan Teks Bilal Idul Adha 2023 Arab dan Latin, Lengkap dengan Tata Cara Urutannya
Adapun contoh naskah Khutbah Idul Adha 2023, mengutip dari Aplikasi Pusaka Kemenag, berikut ini.
Ibadah Kurban dan Spririt Menghilangkan Egoisme Demi Kemaslahatan Umat
Oleh: Rahmatullah, M.A
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ الْوَاحِدُ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا إِخْوَةَ الْإِسْلَامِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَـرُ
Jamaah Sholat Idul Adha rahimakumullah
Mengawali khutbah Idul Adha pagi ini, tiada kata yang pantas terucap kecuali rasa syukur ke hadirat Allah Swt yang senantiasa memberikan nikmat yang tak terhingga sehingga kita masih dapat melaksanakan segenap perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Inilah substansi ketakwaan yang juga menjadi wasiat utama khatib pada siang ini. Wasiat takwa ini pula yang senantiasa ditekankan oleh Nabi Muhammad saw., ittaqillaaha haitsu maa kunta, bertakwalah kepada Allah dalam kondisi apa pun.
Mari kita kirimkan salawat dan salam kepada beliau, keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Jamaah Idul Adha rahimakumullah
Salah satu ibadah yang disyariatkan pada hari raya Idul Adha ini adalah menyembelih hewan kurban. Syariat ini merupakan kelanjutan dari ajaran yang dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s. dan putranya, Nabi Ismail a.s.
Telah mafhum dalam ingatan kita narasi kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Betapa Nabi Ibrahim a.s. dengan kerelaan mengorbankan putra tercintanya demi ketaatan kepada Allah Swt. Alhasil, Allah SWT. mengganti putra yang dicinta dengan seekor hewan ternak.
Hal ini menjadi bukti bagaimana kisah perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail berakhir dengan baik, husnul khatimah.
Penggantian tersebut juga mempunyai pesan bahwa Allah SWT. mengharamkan darah manusia untuk ditumpahkan.
Bahkan jika itu mengatasnamakan Tuhan.
Namun, apakah pengorbanan itu telah berakhir dengan digantinya manusia dengan hewan ternak? Tidak hadirin, pengorbanan belum berakhir, justru di situlah permulaan manusia untuk berjuang dan mengorbankan sifat-sifat kebinatangan yang ada di dalam diri kita.
Sifat rakus dan tamak yang menjadi karakter kebinatangan seharusnya kita pangkas, kita ganti dengan sifat-sifat terpuji yang melekat pada dimensi keilahian.
Namun, nyatanya saat ini, kita justru lebih sering memupuk sifat kebinatangan daripada kemanusiaan.
Berkaitan dengan menyembelih sifat kebinatangan ini, ada penafsiran menarik dari Jalaluddin Rumi tatkala memahami surah al-Baqarah ayat 260 berikut:
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهِيمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Dia (Allah) berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang.” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu, ambillah empat ekor burung, lalu dekatkanlah kepadamu (potong-potonglah). Kemudian, letakkanlah di atas setiap bukit satu bagian dari tiap-tiap burung.Selanjutnya, panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Secara khusus pada kalimat, “kalau begitu, ambillah empat ekor burung, lalu dekatkanlah kepadamu (potong-potonglah)”, Rumi memahami ada empat sumber kejahatan manusia.
Sebagaimana apa yang dicontohkan Ibrahim sang khalilullah, kekasih Allah Swt., hanya dengan menyembelih keempat sifat kebinatangan itulah, kita dapat menjadi pribadi yang dekat kepada Allah Swt.
Binatang pertama adalah burung merak, lambang kepongahan. Terkait dengan merak, Rumi menegaskan, “keinginannya hanyalah menguasai manusia. Ia tidak tahu baik dan buruk. Ia menangkap korbannya dengan semena-mena”.
Burung ini menjadi karakter utama dari sifat iblis yang dengan kesombongannya enggan mendengarkan perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam a.s. Dengan kepongahan, mata hati kita tertutup untuk melihat dan mendengarkan kebenaran.
Karena diri ini telah merasa paling benar, yang lain salah dan berhak untuk diluruskan.
Jamaah Idul Adha rahimakumullah
Burung kedua adalah burung bebek, lambang kerakusan. Mengapa bebek menjadi lambang kerakusan? Kita bisa melihat paruhnya yang selalu berada di tanah, mencari yang tersembunyi di tempat basah atau kering.
Mulutnya tidak pernah berhenti mengunyah makanan. Hal ini juga dapat kita temukan dalam potret manusia modern saat ini.
Ketamakan dan kerakusan membuat kita merusak alam. Menggali sebanyak-banyaknya keuntungan material tanpa mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan.
Jika bebek hanya menggali permukaan tanah, maka manusia dengan kemajuan rasionalitasnya dapat menggali hingga ke dasar bumi, untuk memenuhi hasrat kerakusannya.
Selanjutnya unggas yang ketiga adalah ayam jantan yang melambangkan hawa nafsu seksual. Tidak dipungkiri pula, sebagai manusia, kita mempunyai hawa nafsu.
Tetapi orang yang tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya, ibarat ayam jantan yang ke sana ke mari melampiaskan hasratnya kepada betina mana pun yang ditemuinya.
Kita bisa saksikan maraknya kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi saat ini adalah karena kita tidak mampu menyembelih sifat kebinatangan ayam jago ini yang ada dalam diri kita.
Jamaah Idul Adharahimakumullah
Sedangkan yang terakhir adalah burung gagak. Burung ini melambangkan kecintaan pada dunia secara berlebihan.
Burung ini melengkapi ketiga burung sebelumnya, menjadi karakter yang dapat mematikan nilai-nilai kemanusiaan. Tatkala seseorang telah cinta berlebih pada dunia, maka ia takut berpisah dengan dunia.
Kehidupannya hanya sebatas mengejar kesuksesan duniawi. Alhasil segala cara dilakukan untuk memperoleh kenikmatan sesaat, meskipun itu merugikan masyarakat, bangsa dan negara.
Semua dilakukan demi kepentingan sendiri. Egoisme yang sudah mendarah daging ini pada akhirnya perlu kita sembelih, jika ingin memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu hadirin, belajar dari teladan Nabi Ibrahim a.s., menyembelih hewan kurban sebenarnya adalah simbol kita memutus mata rantai kepongahan, kerakusan, kecintaan pada dunia dan hawa nafsu yang tak terkontrol.
Kita harus ingat bahwa dunia ini hanyalah kehidupan sementara. Harta yang kita miliki adalah titipan, sehingga harus kita berikan kepada yang berhak menerimanya.
Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah Swt. dalam surah Al-Hajj ayat 37 sebagai berikut:
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Jamaah Idul Adha rahimakumullah
Berdasarkan ayat tersebut, ketakwaan menjadi kata kunci diterimanya kurban kita di sisi Allah. Karenanya, mari kita perbaiki ibadah kurban yang kita lakukan, bukan sebagai ajang unjuk diri, banyak-banyakan harta, dll.
Kurban yang kita lakukan haruslah didasarkan kepada ketulusan dan keimanan kepada Allah Swt. semata. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail a.s.
Karenanya, melalui momentum ibadah kurban ini, mari kita memperkuat solidaritas kemanusiaan, bukan menebalkan sifat kebinatangan.
Kita bantu saudara-saudara kita yang membutuhkan sebagai manifestasi dari ta’awun ‘alal birr wat taqwa, saling tolong-menolong dalam kebenaran dan ketakwaan.
Dengan mengutamakan prinsip ini, maka segala yang kita lakukan dapat membawa maslahat bagi semesta.
Kemaslahatan ini menjadi salah satu prinsip moderasi beragama yang perlu kita renungkan bersama.
Menebar maslahah dapat dilakukan salah satunya dengan membantu dan meringankan beban saudara sesama anak negeri, bukan justru menjadi benalu dengan mengutamakan kepentingan pribadi.
Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw.:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم)
“Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan baginya kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang Muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya” (H.R Muslim).
Jamaah Idul Adha rahimakumullah
Oleh karena itu, melalui momentum ibadah kurban, mari kita sembelih segala sifat-sifat kebinatangan yang melekat pada diri ini.
Bersama dengan darah hewan yang disembelih, kita buang segala bentuk dimensi kehewanan, seperti kesombongan, ketamakan dan kerakusan.
Hanya dengan membuang sifat-sifat inilah, pada akhirnya kita dapat menghiasi diri ini dengan sifat-sifat Tuhan yang mulia, penuh kasih dan sayang kepada segenap insan, membawa maslahat bagi semesta alam.
Semoga Allah Swt. memudahkan kita untuk berkurban, menyembuhkan orang-orang yang terbaring sakit, menerima amal ibadah bagi mereka yang telah berpulang, dan bagi kita yang masih hidup diberikan kekuatan, kesehatan dan keimanan untuk senantiasa beribadah kepada Allah Swt.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
KHOTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ للهِ, اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللّٰهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)