News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Soal Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Timah, Ahli: Harus Bersifat Nyata, Tidak Boleh Asumsi

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Harvey Moeis (kanan) saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/11/2024). Ahli Hukum Keuangan Negara, Siswo Sujanto mengungkapkan bahwa kerugian negara dalam suatu kasus tindak pidana korupsi harus bersifat nyata atau mesti bentuk uang dan tidak hanya sekadar asumsi.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Keuangan Negara, Siswo Sujanto mengungkapkan bahwa kerugian negara dalam suatu kasus tindak pidana korupsi harus bersifat nyata atau mesti bentuk uang dan tidak hanya sekadar asumsi.

Adapun hal itu diungkapkan Siswo saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/11/2024).

Baca juga: Eks Plt Kadis ESDM Babel Mengaku Tak Tahu soal Kepastian Izin Penambangan Bijih Timah Pihak Smelter

Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini yakni Harvey Moeis, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah.

Informasi itu bermula ketika Siswo ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto perihal putusan  Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Mengenai Putusan MK, dalam Undang-Undang Tipikor ya, bahwa potensi kan sudah dihilangkan. Bagaimana pendapat Ahli bahwa kerugian negara itu harus real dan nyata," tanya Hakim Eko.

Baca juga: Korupsi Timah, Harvey Moeis Mengaku 4 Smelter Swasta Tak Tahu Dana CSR Dipakai Untuk Beli Alat Covid

Siswo menuturkan bahwa dalam hukum keuangan negara, terkait kerugian negara haruslah memiliki kepastian dan bersifat nyata.

Selain itu kata dia, kerugian negara yang dimaksud nyata dan pasti adalah uangnya terlihat dan dapat diukur nilainya, serta tidak boleh dilandasi atas asumsi.

"Dalam hukum keuangan negara yang dianut di kita itu dinyatakan bahwa kerugian negara harus bersifat nyata dan pasti. Nyata itu artinya ada uangnya, jadi tidak boleh diasumsikan, kemudian pasti itu terukur," ujar Siswo.

Kemudian Hakim pun coba mendalami pengetahuan Siswo perihal pengertian daripada kerugian perekonomian suatu negara.

Mendengar pertanyaan itu Siswo menuturkan, bahwa bentuk kerugian perekonomian negara yakni apabila terdapat hal yang semestinya bisa menjadi pemasukan bagi negara namun pada kenyataannya justru tidak terlaksana.

Ia pun mencontohkan salah satu kasus yang kerap terjadi di tanah air semisal tidak dibayarkannya bea masuk bagi setiap kapal-kapal asing yang melintas di wilayah tanah air.

Menurut dia padahal bea masuk tersebut bisa menjadi pemasukan bagi kas suatu negara.

"Ketika ditanya berapa kerugian keuangan negara. Kerugian negara sebenarnya yaitu sebesar bea masuk yang tidak dibayar, jadi katakanlah harusnya dibayar bea masuknya Rp100 miliar tidak dibayar, Itu adalah kerugian keuangan negara. Uang yang seharusnya masuk, tapi tidak masuk," pungkasnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini