TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Senin (10/7/2023).
Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi satu di antaranya Ahli Bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asisda Wahyu Asri Putradi.
Terkait sidang ini, jaksa menanyakan sejumlah pertanyaan kepada ahli salah satunya mengenai arti konteks kalimat keterlibatan Luhut dalam pertambangan di Papua.
"Apakah saksi bisa memaknai dari Jadi Luhut dibilang bermain didalam pertambangan yang terjadi di papua hari ini. Makannya dari sisi bahasa bagaimana?," tanya Jaksa.
Menjawab hal itu, Asisda mengatakan bahwa pernyataan Luhut bermain di pertambangan dalam arti kebahasan merupakan hasil dari penyimpulan kalimat - kalimat sebelumnya.
"Ini karena diawali dari kata 'jadi' yang merupakan konjungsi yang bersifat menyimpulkan," jawab Asisda di persidangan.
Asisda juga menambahkan, bahwa kalimat tersebut bermakna bahwasanya Luhut Binsar turut serta berperan dalam kegiatan pertambangan tersebut.
"Jadi dalam kalimat itu disimpulkan bahwa Luhut itu turut serta berperan dalam kegiatan bisnis, kegiatan operasi pertambangan di Papua," jelas Asisda.
Adapun dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi ahli guna memberi keterangan di hadapan majelis hakim.
Adapun dua saksi ahli tersebut yakni Ahli Informasi Teknologi dan Elektronik (ITE) atas nama Ronny dan Ahli Bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) bernama Asisda Wahyu Asri Putradi.
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, setelah kedua ahli diambil sumpah, kemudian Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana meminta saksi ahli bahasa untuk memberikan kesaksian terlebih dahulu.
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pencemaran nama baik ini, Haris Azhar telah didakwa Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Kemudian Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Selanjutnya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Terakhir Pasal 310 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar. Kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.