TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan tower BTS Kominfo, Galumbang Menak Simanjuntak melalui tim penasihat hukumnya mengungkit singgungan perkara dengan politik.
Singgungan itu lantaran akan adanya hajat politik besar di Indonesia pada tahun 2024 mendatang.
Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2023).
"Karena adanya hajat politik yang akan segera tiba. Meski kami percaya, bahwa jika ada yang mengenai perkara ini bersinggungan dengan politik, dan itu tidak bisa kita cegah di tengah informasi yang terbuka ini." kata penasihat hukum Galumbang Menak, Maqdir Ismail dalam persidangan.
Terlebih adanya seorang terdakwa yang terang-benderang merupakan petinggi partai politik.
"Secara nyata seorang terdakwa pada perkara ini adalah orang politik," katanya.
Meski demikian, Maqdir memastikan bahwa kliennya tak memiliki kepentingan politis dalam perkara ini.
Pun dengan tim penasihat hukum yang mendampingi terdakwa, disebut Maqdir terbebas dari urusan politik.
"Bagi kami, terutama klien kami dalam perkara ini, tidak ada hubungannya dengan politik," ujarnya.
Baca juga: NasDem Kirim Tiga Orang untuk Kawal Sidang Johnny Plate, Sesuai Arahan Surya Paloh
Galumbang Menak Simanjuntak sendiri telah didakwa terkait kasus korupsi BTS Kominfo bersama lima terdakwa lainnya.
Mereka ialah: Eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Dalam perkara ini, para terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.