TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyambut kunjungan Pansus BLBI DPD RI ke kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta pada Selasa (11/7/2023) kemarin.
Mahfud MD mengatakan sejumlah anggota Pansus BLBI DPD RI mendatanginya ke kantor Kemenko Polhukam RI juga untuk menanyakan sejumlah hal terkait BLBI.
Mahfud mengatakan, dalam pertemuan tersebut ia menjelaskan sejumlah hal kepada para anggota DPD RI di antaranya adalah dasar hukum pembentukan Satgas.
Ia menyampaikan Satgas BLBI, kata dia, bekerja didasarkan pada putusan Mahkamah Agung dan juga laporan Pansus DPR tanggal 16 September 2022.
Berdasarkan hal tersebut, lanjut dia, Satgas lalu menghimpun utang para obligor BLBI yang bernilai total sekira Rp111 T.
Hingga saat ini, kata dia, piutang yang telah berhasil dihimpun negara mencapai Rp30 triliun lebih.
"Sekarang sudah masuk pada fase-fase yang lebih kompleks karena masalahnya misalnya ada perbedaan hitungan antara yang kami miliki dengan klaim dari obligor yang mau membayar, itu antara lain," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam Jakarta pada Selasa (11/7/2023)
(Misalnya kami nyatakan ini punya utang Rp5 triliun dia mengatakan hanya Rp4 triliun berdasar hitungan dia. Ini juga menghambat karena kami kalau langsung setujuh itu tidak boleh juga, tapi kalau kami menunda terus, dia tidak mau bayar. Ini sedang dicarikan jalan keluar," sambung dia.
Baca juga: LPEKN Desak Pansus BLBI DPD Serius Tuntaskan Kasus BLBI
Selain itu, kata dia, ada juga obligor-obligor yang mengalihkan asetnya ketika masalah tersebut tengah mengambang.
Aset-aset tersebut, kata Mahfud, dipindahkan para obligor ke keluarga atau dijual ke orang lain.
Selain itu, kata dia, ada juga obligor yang telah menetap di luar negeri.
"Kami tahu bahwa ini tidak mudah, oleh sebab itu kami menyambut gembira jika DPD sekarang entah berdasar apapun sumber kewenangannya membuat Pansus agar ini tidak hilang," kata Mahfud.
"Karena DPD juga selalu mencatat setiap tahun dari laporan keuangan BPK utang BLBI itu selalu tercatat setiap tahun. Sehingga sebelum ini lunas akan terus menjadi catatan dan beban bagi pemerintah untuk terus atau tugas bagi pemerintah untuk terus menagih," sambung dia.
Mahfud juga menyampaikan terkait pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2022.
Di dalam peraturan tersebut, kata Mahfud, termuat sejumlah ancaman sanksi bagi para obligor yang tidak mau membayar utangnya ke negara
Sanksi tersebut, kata Mahfud, di antaranya pencabutan paspor, penutupan akses ke bank, pembekuan rekening, pembatasan bisnis, dan sebagainya.
"Itu sudah ada PP-nya, PP nomor 28 tahun 2022. Itu nanti akan dikenakan secara bertahap sampai sekurang-kurangnya menjadi jelas, siapa yang punya hutang berapa, dan kapan harus membayar dengan apa," kata Mahfud.