Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Presiden Moeldoko angkat bicara terkait masih adanya penolakan terhadap UU Kesehatan yang baru saja disahkan DPR dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
Menurut Moeldoko selama ini Nakes yang menolak UU Kesehatan tidak pernah menyampaikan aspirasinya ke Kantor Staf Presiden (KSP).
"Yang tidak setuju malah tidak datang ke KSP," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, (14/7/2023).
Baca juga: UU Kesehatan Telah Disahkan, BPJS Kesehatan Tetap di Bawah Presiden
Sebaliknya Nakes yang setuju dengan UU Kesehatan yang saat itu masih berupa RUU, kata Moeldoko mendatangi KSP untuk menyampaikan aspirasinya. Bahkan mereka yang mendukung UU Kesehatan datang ke KSP sebanyak dua kali.
"Justru yang setuju dari berbagai (elemen) ada 2 gelombang malah yang datang ke KSP itu memberikan dukungan penuh untuk segera diundangkan. itu yang nggak setuju nggak pernah hadir," kata Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu meminta UU Kesehatan yang baru saja disahkan tersebut sebaiknya tidak perlu dijadikan polemik. Ia mengatakan UU tersebut telah disahkan dan merupakan keputusan politik di DPR.
Sebaiknya kata Moeldoko UU tersebut dijalankan terlebih dahulu dan apabila ditemukan adanya kekurangan dapat direvisi untuk kebaikan dunia kesehatan di Indonesia.
"Menurut saya sudah ini bagian dari keputusan politik DPR, jalani dulu. nanti ada persoalan di mana persoalannya akan ketahuan di mana nanti mungkin ada hal-hal yang perlu dilihat kembali atau di aturan-atuean di bawahnya yang akan menyesuaikan. Tinggal begitu," katanya.
Terkait dengan adanya ancaman aksi mogok nasional dari sejumlah dokter dan perawat di Indonesia, Moeldoko yakin tidak semua melakukannya.
"Saya kira tidak semua dokter punya pandangan seperti itu," pungkasnya.
Sebelumnya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengancam bakal mogok kerja, jika rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan disahkan pemerintah dan DPR RI.
Ketua PPNI Harif Fadhillah mengatakan, tenaga kesehatan tengah merencanakan aksi mogok kerja nasional.
Aksi ini direncanakan untuk merespons RUU Omnibus Law Kesehatan jika disahkan menjadi Undang-Undang, dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (11/7/2023).
Harif menuturkan, internal PPNI telah menyepakati rencana aksi mogok kerja itu.
Meski demikian, kata Harif, PPNI masih menunggu kesepakatan dari empat organisasi profesi lainnya.
Keempat organisasi profesi itu, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
"PPNI ini sudah rapat kerja nasional di tanggal 9-11 Juni lalu di Ambon sudah menyepakati salah satu opsinya adalah mogok nasional," kata Harif, kepada awak media, di depan Gedung DPR-MPR, Jakarta, Selasa ini.
"Tapi mogok nasional itu dilakukan secara kolektif dengan empat organisasi profesi lainnya," sambungnya.
Harif menyampaikan, hingga saat ini pihaknya tengah membicarakan rencana aksi mogok nasional pada empat organisasi profesi tersebut.
Ia menegaskan, aksi mogok kerja nasional para tenaga kesehatan (nakes) ini akan terwujud jika keempat organisasi profesi tersebut sepakat.
"Oleh karena itu sampai hari ini kita masih terus mengonsolidasikan itu supaya ini bisa terlaksana. Jadi itu sangat tergantung dengan 4 organisasi yang lain," ucapnya.
Lebih lanjut, Harif memastikan, aksi mogok nasional para nakes ini tak akan mengganggu pelayanan kesehatan.
Sebab, katanya, aksi mogok hanya akan dilakukan oleh para nakes dalam pelayanan kesehatan umum.
"Kami sudah sepakati kalau mogok itu kecuali tempat kritikal ICU, kamar bedah, gawat darurat, untuk anak emergency tidak kita lakukan. Tapi yang umum elektif yang sifatnya pilihan kita lakukan," kata Harif.