TRIBUNNEWS.COM - Sidang lanjutan perkara pencemaran nama baik terhadap Menteri Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (17/7/2023).
Adapun agenda dalam sidang kali ini yaitu mendengarkan keterangan saksi ahli dan salah satunya adalah ahli pidana dari Universitas Pancasila, Agus Surono.
Dalam sidang kali ini, perdebatan panas terjadi antara Haris Azhar dan Agus Surono.
Bahkan, Haris sampai harus maju ke meja majelis hakim yang memimpin sidang dan dituding jaksa telah melakukan tindakan tidak sopan.
Lalu bagaimana awal perdebatan panas ini terjadi?
Awalnya, Surono menjelaskan terkait kebebasan berpendapat seperti kritik tetapi harus dilandasi kesopanan.
Baca juga: Kuasa Hukum Haris-Fatia Cecar Saksi Ahli Soal Keterangan yang Sebut Kliennya Lakukan Tindak Pidana
Pernyatan Surono ini menjawab pertanyaan dari jaksa terkait UU ITE yang sering dianggap telah mengkriminalisasi orang yang menyampaikan kritik.
"Mohon izin di dalam UU ITE memang tidak secara spesifik mendefinisikan apa sih yang dimaksud dennga kritik. Tapi pada prinsipnya, saya mau menyampaikan dalam sidang ini adalah bahwa kebebasan dalam memberikan pendapat itu pada hakikatnya dilindung oleh konstitusi kita oleh UU kita," kata Agus menjawab pertanyaan JPU dikutip dari YouTube Kompas TV.
Meski tidak tertuang di dalam UU ITE, Agus menegaskan bahwa kaidah kesopanan harus dijunjung ketika berpendapat.
"Cuma persoalannya bagaimana cara menyampaikan pendapat itu, jadi penyampaian pendapat itu dibebaskan, bebas siapa pun menyampaikan pendapat dan kritik bahkan saya juga sering mengkritik."
"Tapi saya sampaikan tentu dengan kaidah-kaidah kesopanan dan seterusnya," jelas Agus.
Selanjutnya, Agus menjelaskan bahwa terkait pencemaran nama baik merupakan delik aduan.
Menurutnya, adanya delik aduan ini juga melindungi orang dalam menyampaikan pendapat termasuk kritik.
"Nah adanya delik aduan ini sebenarnya untuk melakukan satu perlindungan juga kepada mereka yang ingin menyampaikan kritik-kritik yang sifatnya membangun kepada siapa juga karena kritik tidak mesti disampaikan kepada pemerintah," jelasnya.
Sidang Memanas saat Haris Protes ke Jaksa
Setelah itu, Haris Azhar pun memberikan pernyataannya memprotes jaksa yang bertanya kepada Agus terkait perbandingan hukum di Eropa dan Indonesia.
"Jika hukum pidana yang berlaku di Eropa itu mengatur, menghina seseorang yang memiliki jabatan tertentu bukan perbuatan pidana. Sedangkan, di hukum pidana positif mengatur, menghina seseorang entah dia menduduki jabatan atau tidak diatur sebagai perbuatan pidana, mana yang kita gunakan?" tanya jaksa ke Agus.
Lantas, Haris pun memotong pertanyaan dan bertanya balik ke jaksa.
"Majelis keberatan, saya minta kalau dibilang Eropa, sebelah mana? Perbandingan hukum positif," kata Haris.
Baca juga: Sidang Lanjutan Haris Azhar-Fatia vs Luhut Binsar Digelar Besok, Jaksa Hadirkan Saksi Ahli
Setelah itu, jaksa pun membalas pertanyaan Haris Azhar dengan menyebut bukan pelayan terdakwa.
Perdebatan ini pun lantas ditengahi oleh majelis hakim.
"Permintaan terdakwa tidak bisa kami penuhi karena kami bukan pelayan terdakwa, kami menanyakan apa yang sudah kami persiapkan," kata jaksa kepada Haris.
Hakim pun meminta kepada jaksa agar pertanyaan yang diajukan lebih diperjelas.
"Terdakwa minta spesifik Eropa disebutkan di mana, itu saja," kata hakim kepada jaksa.
Lantas, Agus pun menjawab bahwa perbuatan seseorang bergantung kepada wilayah hukum tempat yang bersangkutan berada.
"Mohon maaf bisa saya klarifikasi, bahwa pertanyaan saya adalah perbuatan pidananya dilakukan di mana? Karena itu sangat berkaitan dengan jawaban saya."
"Kalau di Indonesia, maka tentu hukum Indonesia yang berlaku. Selama dilakukan di wilayah hukum Indonesia, maka itu tunduk sama hukum Indonesia. Itu jawaban saya," jawab Agus Surono.
Haris Azhar Maju ke Meja Hakim, Dituding Jaksa Tidak Sopan
Persidangan semakin berlangsung dalam tensi tinggi.
Haris Azhar pun lalu maju ke meja hakim di tengah persidangan dan disebut jaksa telah melakukan tindakan tidak sopan.
Hal ini berawal ketika Haris bertanya ke Agus terkait apakah ahli tahu tengah menjadi saksi bagi Luhut Binsar Pandjaitan.
Lantas, Agus pun menjawab hanya mengetahui nama korban dan kronologis kejadian saja.
"Hanya diberi tahu ada korban yang namanya ini, dalam kronologisnya saja," kata Agus.
Haris pun menaikan intonasi suaranya dan menegaskan kepada Agus bahwa dirinya telah menandatangani ratusan lembar dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dia dianggap mengetahui seluruh perkara dalam kasus ini.
"Saya ingatkan saksi ahli ya, tanda tangan dokumen yang tebalnya hampir 100 lembar. Jadi Anda jangan hanya mengatakan bahwa saya hanya, saya hanya, konsekuensinya Anda di paraf (dokumen)."
"Izin majelis, saya menunjukan bahwa ini diparaf semuanya," kata Haris sembari maju ke meja hakim menyerahkan dokumen yang dibawanya.
Saat maju, Haris pun diteriaki jaksa tidak sopan.
Mendengar hal tersebut, Haris justru mengiyakan bahwa dirinya memang orang tidak sopan.
"Iya saya nggak sopan, betul. Saya nggak sopan. Bagaimana saksi ahli yang Anda bawa kalu menuduh saya macam-macam," tegasnya.
Baca juga: Pedenya Haris Azhar Sebut Saksi dari Jaksa Justru Ringankan Dirinya
Jaksa pun membalas bahwa apa yang dikatakan Haris adalah wujud tingkah laku dirinya selama persidangan berlangsung.
"Kebiasaan kalian, bukan kami," jawab jaksa.
"Anda kebiasaan motong tanpa minta izin ke majelis," balas Haris ke jaksa dengan nada tinggi.
Hakim lalu menengahi perdebatan Haris dan jaksa.
"Cukup, cukup," ujar hakim.
Setelah itu, Haris Azhar pun kembali ke tempat duduknya dan kembali meminta pertanggunjawaban dari saksi ahli yang hadir terkait kesaksiannya.
"Saya ke depan bukan untuk mengancam Anda, majelis. Saya datang ke depan ingin menunjukkan bukti bahwa saksi ahli yang profesor di universitas yang menggunakan nama falsafah negara. Saya minta pertanggungjawabannya," pungkas Haris.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Luhut Pandjaitan Vs Haris Azhar