Menurut Muzani, kebijakan zonasi PPDB yang diberlakukan memang awalnya bertujuan baik untuk pemerataan sekolah favorit.
Namun, implementasi di lapangan justru menimbulkan persoalan.
"Sejak 2017 kebijakan ini dikeluarkan dalam pandangan kami belum ada suatu terobosan kebijakan kementerian pendidikan yang signifikan untuk menyempurnakan kebijakan ini," kata Muzani, Selasa, (11/7/2023).
Muzani mengatakan banyak orang tua didik, masyarakat, dan calon siswa yang risau dengan sistem penerimaan karena banyak diwarnai kecurangan.
Oleh karena itu ia meminta kebijakan sistem zonasi ditinjau ulang.
"Kalau perlu menurut kami kebijakan ini ditinjau ulang," kata Muzani.
Ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini menjelaskan, persoalan yang muncul adalah masifnya manipulasi Kartu Keluarga (KK) sebagai salah satu syarat utama untuk mendaftar ke sekolah tujuan.
Misalnya, calon siswa melakukan migrasi domisili lewat Kartu Keluarga (KK) ke wilayah dekat sekolah yang dinilai favorit atau unggulan oleh orang tua.
Kemudian keterbatasan daya tampung membuat berbagai sekolah negeri tersebut kelebihan calon peserta didik baru (CPDB).
Lalu, sekolah kekurangan siswa, jual beli kursi, dan tidak tertampungnya siswa jalur aspirasi dalam satu zonasi di sekolah negeri.
Muzani berharap, pemerintah tak ragu untuk menarik kebijakan PPDB ini seperti yang sudah dilakukan sebelumnya terkait ditiadakannya Ujian Nasional (UN).
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Taufik Ismail)