TRIBUNNEWS.COM - Munculnya sejumlah permasalahan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mendapat perhatian dari DPR RI.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menyayangkan sistem zonasi dalam PPDB kerap menjadi polemik setiap pergantian tahun ajaran baru.
Kemendikbudristek diminta segera menuntaskan permasalahan tersebut agar generasi bangsa mendapat kepastian memperoleh akses pendidikan.
Fikri mencontohkan, adanya permasalahan seperti pemalsuan dokumen agar calon peserta didik bisa masuk ke sekolah yang diinginkan meski di luar zonasinya.
"Akhirnya kan ini enggak adil bahkan anak yang enggak tahu apa-apa hanya gara-gara dekat dengan sekolah itu (malah ditolak), padahal dia punya hak lebih besar karena dapat dikasih skor lebih besar dan seterusnya."
"Ini (masalah) pendidikan kok sampai-sampai seperti itu? Mau nanti jadinya apa? Kalau anak masuk sekolah saja dengan cara membohongi,” tanggap Fikri dalam agenda Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Polemik Zonasi PPDB, Bagaimana Solusinya?’ di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Kamis (21/7/2023).
Baca juga: Nasib Miris Puluhan Sekolah Swasta di Banten: Kurang Murid hingga Tidak Ada Siswa Baru Dampak PPDB
Politisi Fraksi PKS itu menekankan tujuan dari sistem zonasi adalah pemerataan kualitas pendidikan Indonesia.
Sistem zonasi, ungkapnya, semestinya diatur dengan mempertimbangkan situasi pendukung sekolah sekaligus berkolaborasi dengan tiap-tiap dinas pendidikan daerah.
Sehingga implementasinya tidak salah kaprah dan tidak membuka celah kecurangan
“Ini (bagian) pendidikan karakter. Berarti kan orang tuanya bekerja sama dengan anaknya, bekerja sama di sekolahnya. Yang mau didirikan, ya karakternya seperti apa yang akan dibangun. Mestinya ada evaluasi total,” ujarnya
Komisi X DPR juga meminta adanya pendekatan pengawasan dari berbagai pihak terkait dalam implementasi sistem zonasi.
Pendekatan pengawasan ini turut akan membantu menentukan siapa yang harus dihukum jika terdapat oknum yang melakukan kecurangan.
Implementasi PPDB Melenceng dari Tujuan
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani meminta pemerintah meninjau kebijakan sistem zonasi PPDB.
Menurut Muzani, kebijakan zonasi PPDB yang diberlakukan memang awalnya bertujuan baik untuk pemerataan sekolah favorit.
Namun, implementasi di lapangan justru menimbulkan persoalan.
"Sejak 2017 kebijakan ini dikeluarkan dalam pandangan kami belum ada suatu terobosan kebijakan kementerian pendidikan yang signifikan untuk menyempurnakan kebijakan ini," kata Muzani, Selasa, (11/7/2023).
Muzani mengatakan banyak orang tua didik, masyarakat, dan calon siswa yang risau dengan sistem penerimaan karena banyak diwarnai kecurangan.
Oleh karena itu ia meminta kebijakan sistem zonasi ditinjau ulang.
"Kalau perlu menurut kami kebijakan ini ditinjau ulang," kata Muzani.
Ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini menjelaskan, persoalan yang muncul adalah masifnya manipulasi Kartu Keluarga (KK) sebagai salah satu syarat utama untuk mendaftar ke sekolah tujuan.
Misalnya, calon siswa melakukan migrasi domisili lewat Kartu Keluarga (KK) ke wilayah dekat sekolah yang dinilai favorit atau unggulan oleh orang tua.
Kemudian keterbatasan daya tampung membuat berbagai sekolah negeri tersebut kelebihan calon peserta didik baru (CPDB).
Lalu, sekolah kekurangan siswa, jual beli kursi, dan tidak tertampungnya siswa jalur aspirasi dalam satu zonasi di sekolah negeri.
Muzani berharap, pemerintah tak ragu untuk menarik kebijakan PPDB ini seperti yang sudah dilakukan sebelumnya terkait ditiadakannya Ujian Nasional (UN).
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Taufik Ismail)