Meski demikian, ia kemudian menjelaskan MK sudah cukup baik menaruh batasan penerbitan Perppu oleh pemerintah, baik secara formal dan substansial.
Satu diantara batasan tersebut yakni adanya syarat kegentingan.
"Yaitu formalnya adalah misalnya harus ada kegentingannya. Lalu, tidak ada peraturan yang bisa dipakai untuk mengisi kekosongan hukum itu. Dan yang ketiga adalah, tidak cukup waktu untuk pembentuk UU untuk membentuknya dengan UU dengan cara biasa," kata Zainal.
Namun, menurutnya, Perppu Nomor 2 Tahun 2022 yang dikeluarkan pemerintah ini tidak menerangkan secara jelas syarat kegentingan memaksa tersebut.
"Tetapi yang paling penting kalau kita lihat dari konstitusionalitas Perppu, saya kira perdebatan kita, Perppu yang dikeluarkan oleh pemerintah ini, kita tidak mendapatkan hal ihwal kegentingan memaksanya," ucap ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada itu.
"Kita tidak tahu sebenarnya sampai saat ini tidak terbayang sedikitpun, apa sebenarnya kegentingan yang memaksa, yang membuat presiden harus mengeluarkan Perppu dan menggeser dari logika hukum tata negara biasa dan masuk rezim tata negara darurat," lanjutnya.
Sebagai informasi, sidang uji formil UU Ciptaker ini diikuti oleh para pemohon lainnya yakni pemohon perkara 41, 46, 50, 40/PUU-XXI/2023.
Adapun sidang uji formil hari ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pemohon perkara 40/PUU-XXI/2023 (VI).