Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli yang diajukan Pemohon 40/PUU-XXI/2023, Bivitri Susanti mengatakan peluang gugatan Undang-Undang 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) berat.
Ia mengatakan, hal itu karena instansi pemerintah sudah sangat kuat.
Sebab, jelasnya, pemerintah tetap menerapkan UU 6/2020 tentang Cipta Kerja meski MK telah memutus Undang-Undang tersebut inkonstitusional bersyarat melalui putusan 91/PUU-XVIII/2020.
"Berat sih. Saya harus mengakui bahwa pasti berat, karena kita tahu instansi dari pemerintah itu sudah sangat kuat. MK sudah mengeluarkan 91 saja dijalankan terus kok di lapangan," kata Bivitri, kepada Tribunnews.com, Kamis (27/7/2023).
"Teman-teman yang tahu sendiri kan harus bertempurnya gimana. Mulai dari PKB (Perjanjian Kerja Bersama) di Pengadilan Hubungan Industrial tetap aja harus berantem terus. Jadi pasti berat," sambungnya.
Meski berat, Bivitri mengatakan, masih ada peluang untuk UU Ciptaker dibatalkan MK.
Sehingga, menurut Bivitri, peluang gugatan tersebut dikabulkan MK fifty-fifty.
"Tapi peluang itu ada. Jadi saya bilang fifty-fifty deh. Buat saya kalau argumen dan tekanannya kuat ke MK," ungkapnya.
Sementara itu, Bivitri mengungkapkan, telah memetakan arah keberpihakan sembilan Hakim Konstitusi terkait gugatan UU Ciptaker ini.
"Kalau saya sih sudah bisa melihat sedikit banyak petanya, yang mana yang udah condong ke pemerintah tuh. Tapi kita masih bisa berharap. Jadi ini kan 9 orang nih, jadi kalau misalnya ada 3 saja yang sudah kelihatan keberpihakannya, kita masih bisa mengukuhkan yang 6," ungkap Bivitri.
"Dan kemudian toh setelah ini masih ada pemohon-pemohon lain, perkara lain, mudah-mudahan itu bisa memperkuat. Jadi mudah-mudahan kalau kita bisa megang 6 aja, mudah-mudahan sampai akhir bisa menang," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Ahli Bivitri Susanti mengatakan, Mahkamah Konstitusi (ML) sangat perlu membatalkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Sebab, ia menuturkan, dengan begitu MK akan menjalankan peran pengawasannya terhadap pembuat UU.
"Tadi kan itu uji formil ya. Jadi ngecek prosedurnya. Jadi tadi saya berargumen bahwa ini UU 6/2023 ini memang sangat lazim atau sangat perlu untuk dibatalkan," kata Bivitri, saat ditemu Tribunnews.com, usai memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan uji formil Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, digelar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (26/7/2023).
"Karena sebenarnya dengan begitu MK akan menjalankan peran mereka untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan DPR dalam membuat Undang-Undang," sambungnya.
Terlebih, menurutnya, pemerintah telah melanggar konstitusi.
Baca juga: Ahli Hukum Tata Negara: Pemerintah Salah Gunakan Perppu, UU Cipta Kerja Layak Dibatalkan
Hal itu, jelasnya, terkait pemerintah yang tetap menjalankan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, meski telah dinyatakan inkonstitusional bersyatat oleh MK.
"Jadi memang betul, kalau ada pertanyaan Perppu itu konstitusional, enggak? Ya konstitusional. Memang ada di Pasal 22, tapi disalahgunalan. Disalahgunakannya itu kelihatan dari kenyatannya bahkan sebelum Perppu keluar, UU 11/2023 itu yang dibatalkan MK, itu dilakukan terus menerus," ucap Bivitri.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan, tidak ada kegentingan yang memaksa pemerintah untuk mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 yang telah disahkan menjadi UU 6/2023.
"Enggak ada (kegentingan memaksa). Jadi itu jadi bagian argumen kami tadi. Dari 25 November 2021 sampai 30 Desember 2022 sebenarnya Perppu itu dijalankan terus kok. Jadi enggak ada kekosongan hukum," jelasnya.
Sebagai informasi, sidang uji formil UU Ciptaker ini diikuti oleh para pemohon lainnya, yakni pemohon perkara 41, 46, 50, 40/PUU-XXI/2023.