Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan pejabat Ditjen Bea Cukai menerima sejumlah uang dari para pihak swasta.
Di mana para pihak swasta ini kemudian mendapatkan rekomendasi khusus sehingga dapat mudah mengelabui kepabeanan.
Ihwal materi pemeriksaan itu lantas didalami penyidik KPK saat memeriksa dua saksi pada Kamis (27/7/2023), yakni dua pihak swasta, Didin Aminuddin dan Indra Rohelan.
Keduanya diperiksa terkait penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengurusan barang ekspor impor pada kantor pelayanan Bea dan Cukai Makassar dengan tersangka Andhi Pramono.
Baca juga: Siap-siap Importir Nakal, KPK Cari Dugaan Suap Eks Pejabat Bea Cukai Andhi Pramono
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran uang yang diterima tersangka AP dari pemberian beberapa pihak swasta yang mendapatkan rekomendasi khusus sehingga dapat mudah mengelabui kepabeanan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (28/7/2023).
Pada hari ini, tim penyidik KPK pun melanjutkan pemeriksaan saksi.
Penyidik memanggil empat saksi, yaitu Fani Pontiafny, karyawan swasta; Nurlina Burhaduddin, ibu rumah tangga; serta dua PNS, Agus Triono dan Rully Ardian.
Dalam kasusnya, eks Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar Andhi Pramono dijerat dengan sangkaan gratifikasi dan pencucian uang.
Andhi diduga menerima fee dari pihak swasta setelah memberikan rekomendasi yang menyimpang terkait kepabeanan.
Selain itu, Andhi juga diduga bertindak menjadi broker atau perantara para importir.
Dalam temuan awal KPK, Andhi diduga menerima gratifikasi Rp 28 miliar dari sejumlah pihak, termasuk para importir saat masih menjabat di Ditjen Bea Cukai.
Baca juga: Kasus Andhi Pramono: KPK Geledah PT BBM dan Sita Bukti Elektronik
Uang itu dikumpulkan dari hasil gratifikasi selama 10 tahun sejak 2012 hingga 2022.
Ia diduga mengumpulkan uang lewat orang kepercayaannya yang merupakan para pengusaha ekspor impor.
Kemudian uang ditampung dalam rekening sejumlah pihak, termasuk salah satunya rekening mertua Andhi.
Andhi Pramono diduga juga telah menyamarkan serta mengalihkan uang hasil penerimaan gratifikasinya ke sejumlah aset bernilai fantastis.
Di antaranya, dengan membelikan rumah mewah di Pejaten, Jakarta Selatan, berlian, hingga polis asuransi.
Atas perbuatannya, Andhi dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.