TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Risky Kurniawan, seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam mengajukan gugatan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang perdana Perkara teregister dengan nomor 77/PUU-XXI/2023 ini digelar, Kamis (27/7/2023) dengan Majelis Sidang Panel, yakni Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Risky Kurniawan (Pemohon) menguji norma Pasal 2 ayat (1b) UU Partai Politik (Parpol) yang berbunyi, “Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain“.
Baca juga: Masyarakat Sipil Gugat ke MK Soal Aturan Larangan Pengurus Partai Merangkap Anggota Parpol Lain
Pemohon berpandangan ketentuan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Dalam persidangan, Kuasa hukum Pemohon, Otniel Raja Maruli Situmorang menjelaskan, Pemohon merupakan Anggota Partai Golkar, sejak 30 Juni 2023, yang di masa depan menargetkan bisa mengisi jabatan Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar.
"Ke depan, setelah berkontribusi banyak dalam partai, Pemohon menargetkan kursi Ketua Umum Partai Golkar. Namun hal ini terhambat karena tidak adanya aturan yang mengikat mengenai pembatasan masa jabatan dalam UU Partai Politik," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono, melalui keterangan tertulis laman resmi mkri.id, Jumat (28/7/2023).
"Akibatnya, Ketua Umum Partai Golkar dapat menjabat selama-lamanya berhenti dengan sendirinya kendati ada ketentuannya dalam AD/ART," sambungnya.
Pemohon mengatakan, hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena akan berimplikasi pada abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan, karena wewenang yang diberikan kepada Ketum parpol yang sejatinya sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, dipandang sebagai kekuasaan pribadi.
Sehingga, melalui petitumnya, Kuasa Hukum Pemohon meminta MK untuk menyatakan aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
“Menyatakan Pasal 2 ayat (1b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘pengurus partai politik terutama ketua umum atau sebutan lainnya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali dua kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain,” kata Kuasa Hukum Pemohon, saat menyampaikan petitum dalam persidangan.
Baca juga: Respons Demokrat Soal MK Tolak Gugatan Presiden Dua Periode Bisa Jadi Cawapres
Sementara itu, menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan, agar Pemohon memberikan gambaran persoalan inkonstitusionalitas dengan keberlakuan norma yang diujikan atas hak-hak konstitusionalnya.
"Selain itu, Daniel juga meminta agar Pemohon menyajikan model perbandingan kriteria dan karakteristik partai politik dari negara lain, sehingga hakim konstitusi dapat melihat landasan dan pandangan ahli atas pentingnya batasan masa jabatan, ketua umum partai politik" ucap Fajar.
Kemudian, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul memberikan masukan mengenai legal standing Pemohon yang harus dibuktikan dengan keberadaan Pemohon sebagai anggota partai politik.
Berikutnya Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menuturkan, Pemohon diberikan waktu selama 14 hari ke depan untuk memperbaiki permohonan dan dapat menyerahkannya ke Kepaniteraan Mahkamah pada Rabu, 9 Agustus 2023 pukul 10.00 WIB.